Senin 11 May 2020 22:02 WIB

Profesor UB: PSBB Turunkan NO2, Tingkatkan Kualitas Udara

PSBB tingkatkan kualitas udara di daerah dengan tingkat polusi udara yang tinggi.

Foto udara kawasan Mampang Prapatan saat PSBB di Jakarta, Jumat (1/5/2020).
Foto: ANTARA/Hafidz Mubarak A
Foto udara kawasan Mampang Prapatan saat PSBB di Jakarta, Jumat (1/5/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG, JATIM --  Guru Besar Universitas Brawijaya (UB) Bidang Biologi Tanah dan Ekologi Perakaran Prof Dr Kurniatun Hairiah menyatakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang bertujuan menekan penyebaran virus corona di beberapa daerah telah menurunkan konsentrasi NO2 (nitrogen dioksida) secara signifikan. Selain itu, katanya, PSBB di sejumlah daerah, khususnya Jakarta, juga membuat terjadinya peningkatan kualitas udara.

"Efek PSBB ini membuat langit di beberapa daerah di Indonesia kembali berwarna biru. Hal ini, karena pada umumnya pandemi Covid-19 banyak terjadi di daerah dengan tingkat polusi udara yang tinggi," kata Kurniatun di Malang, Jawa Timur, Senin (11/5).

Kurniatun menjelaskan, berdasarkan data dari WHO pengurangan jumlah trafik di beberapa daerah, seperti di Wuhan China 11 juta orang yang terkena karantina wilayah (lockdown), menurunkan konsentrasi NO2 secara signifikan.

Berdasarkan peta satelit, kata Kurniatun, efek karantina wilayah bisa dilihat pada perbedaan warna langit di bulan Januari dan Februari. Jika pada Januari warna langit berwarna oranye atau merah, pada bulan Februari warna langit sudah menjadi biru.

Di satu sisi, dampak karantina wilayah dan pembatasan sosial akibat Covid-19 menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi. "Pembatasan sosial di beberapa daerah menyebabkan terjadinya pengangguran besar-besaran di kota," ucapnya.

Sementara di desa masyarakat biasanya bisa bertahanmeskipun produksi pertanian menurun dengan mencari pekerjaan di kota, namun saat ini di kota juga terkena pembatasan sosial. Mereka semakin tertekan," katanya.

Apalagi, lanjutnya, saat ini bantuan pemerintah untuk pertanian lebih banyak digunakan untuk penanganan Covid-19. "Bantuan ini untuk mendukung ketahanan pangan selama masa pandemi Covid-19," ujarnya.

Oleh karena itu, katanya, pemerintah perlu memperketat pengawasan terhadap penimbunan bahan pokok dan pendistribusian pangan secara merata hingga ke daerah terpencil serta menjaga stabilitas harga pangan.

Sedangkan untuk menjaga stabilitas pertanian berkelanjutan, diperlukan sebuah kebijakan untuk melindungi rumah tangga pertanian, seperti memutus rantai bisnis dengan tengkulak.

Senada dengan Kurniatun Hairirah, Wakil Dekan Bidang Akadmik Fakultas Pertanian (FP) UB Dr Sujarwo, S. P., M. P. menambahkan bahwa peran pemerintah dibutuhkan untuk menjaga ketahanan pangan nasional.

Menurutnya, ketahanan pangan tidak bisa diserahkan hanya pada masyarakat, tapi juga ada peran pemerintah. Peran pemerintah bisa dilakukan, contohnya dengan membeli hasil panen petani pada bulan Maret - Mei atau memanfaatkan hasil sektor perikanan yang biasanya didistribusikan untuk ekspor.

"Proyek kemanusiaan untuk menjaga ketahanan pangan nasional harus dilakukan di semua sektor, baik pada bidang perikanan, peternakan, atau pertanian. Pemerintah harus membeli hasil panen warga dan bukan sektor swasta. Hal ini semata-mata untuk menjaga distribusi pangan di seluruh wilayah Indonesia," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement