Ahad 10 May 2020 04:01 WIB

RI Minta China Klarifikasi Dugaan Perbudakan ABK WNI

Menlu Retno Marsudi pada Kamis memanggil Duta Besar China untuk Indonesia

Rep: Anadolu/ Red: Elba Damhuri
Warga Negara Indonesia (WNI) yang menjadi anak buah kapal (ABK) Long Xing 629 tiba di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Jumat (8/5/2020). Sebanyak 14 WNI ABK yang diduga mengalami eksploitasi di kapal berbendera China tersebut tiba di Indonesia dan akan menjalani karantina kesehatan di asrama milik Kementerian Sosial
Foto: Antara/Hasnugara
Warga Negara Indonesia (WNI) yang menjadi anak buah kapal (ABK) Long Xing 629 tiba di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Jumat (8/5/2020). Sebanyak 14 WNI ABK yang diduga mengalami eksploitasi di kapal berbendera China tersebut tiba di Indonesia dan akan menjalani karantina kesehatan di asrama milik Kementerian Sosial

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia meminta China untuk mendesak pemilik kapal yang memperkerjakan anak buah kapal (ABK) WNI memenuhi semua kewajibannya, termasuk soal pembayaran upah.

Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi pada Kamis memanggil Duta Besar China untuk Indonesia Xiao Qian untuk meminta klarifikasi tentang dugaan adanya praktik perbudakan oleh perusahaan kapal ikan berbendera negara itu.

Menurut Retno, hingga saat ini ABK yang bekerja di kapal ikan tersebut belum mendapatkan upah dan bekerja dalam kondisi tidak aman.

"Kita minta dukungan pemerintah Tiongkok untuk membantu pemenuhan hak awak kapal termasuk pembayaran gaji yang belum dibayarkan dan kondisi kerja yang aman," kata Retno pada Kamis.

Indonesia, kata Menteri Retno, juga meminta klarifikasi terkait tiga jenazah awak kapal WNI yang meninggal dan dibuang ke laut.

Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) mengeluarkan pernyataan resmi bahwa ketiga WNI yang tewas tersebut bekerja di kapal ikan Long Xin 605 dan Tian Yu 8 yang beberapa hari lalu berlabuh ke Busan, Korea Selatan.

Kedua kapal tersebut, kata Kemlu RI, membawa 46 awak kapal WNI yang 15 di antaranya berasal dari kapal ikan berbendera China lainnya, Long Xin 629.

Kemlu menjelaskan pada Desember 2019 dan Maret 2020 terjadi 3 kematian ABK Indonesia di kapal Long Xin 629 dan Long Xin 605 saat kapal sedang berlayar di Samudra Pasifik.

Sementara, kata Kemlu RI, kapten kapal melarung jenazah karena kematian tersebut akibat penyakit menular dan telah mendapat persetujuan dari awak kapal lainnya, kata pernyataan tersebut.

"Pemerintah Indonesia meminta klarifikasi untuk mendapatkan informasi valid apakah penguburan di laut atau pelarungan itu sudah sesuai ILO," kata Retno.

Menanggapi permintaan Indonesia tersebut, kata dia, Dubes China menyatakan akan menyampaikan permintaan Indonesia ke pemerintahnya.

China juga akan memastikan agar perusahaan pemilik kapal itu memiliki tanggung jawab memenuhi kewajiban terhadap ABK Indonesia sesuai hukum yang berlaku, sambung Retno.

Dugaan praktik perbudakan

Menurut Serikat Pekerja Perikanan Indonesia-Korea Selatan, 8 pekerja WNI yang menjadi ABK Long Xin 629 diduga menjadi korban perbudakan saat melaut dari Korea Selatan menuju laut lepas untuk menangkap ikan.

Ketua Serikat Pekerja Perikanan Indonesia-Korea Selatan Ari Purboyo, yang mendampingi laporan ABK warga Indonesia yang bekerja di kapal Long Xin 629, mengatakan akibat tindakan semena-mena itu menyebabkan 4 WNI meninggal.

Dia mengatakan 3 dari 4 jenazah WNI meninggal dibuang ke laut dalam rentan waktu dan titik lokasi berbeda yakni pada September 2019 dan Maret 2020, sementara 1 WNI lainnya meninggal di rumah sakit di Korea Selatan pada Februari 2020.

Nasib 14 ABK WNI lainnya saat ini berada di lokasi karantina di Busan, Korea Selatan.

"Meninggal karena sakit itu terakhir gejala pneumonia, gejala sebelumnya, itu dari kaki membengkak dan menjalar ke atas, ini gemuk jadinya bengkak semuanya, kembung," kata Ari kepada Anadolu Agency.

Menurut dia, keputusan dibuangnya jenazah berasal dari atasan para ABK yang menyebut berpotensi menularkan penyakit kepada awak kapal lainnya.

Berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan serikat pekerja tersebut, Ari menduga keempat orang itu meninggal karena pola makan dan minum yang dibedakan oleh atasannya.

Dia mengatakan ABK Indonesia mendapatkan minum berupa air laut yang telah disuling sementara ABK China mendapatkan minum berupa air yang dibawa dari daratan.

Menurut Ari, mengonsumsi air laut yang telah disuling dalam jangka panjang sangat berbahaya karena telah terkontaminasi dengan garam dan mineral lainnya, seperti merkuri atau arsen.

"Biasanya kami melaut bawa air dari daratan," jelas dia.

Menu makanan yang didapat WNI juga berbeda dengan ABK China, seperti awak Indonesia hanya diberi makan menu ayam hanya sekali sementara ABK lokal tiga kali.

Dia juga menduga ada pembiaran yang dilakukan di atas kapal ketika 4 ABK warga Indonesia itu sakit.

"Ada kekerasan tapi di awal berupa pemukulan, tapi saya tegaskan meninggal bukan karena kekerasan tapi karena sakit," jelas dia.

Ari Purboyo mengatakan gaji para ABK warga Indonesia sebesar USD120 per bulan belum dibayarkan hingga saat ini.

Serikat yang dipimpinnya akan menuntut hak-hak para ABK berupa gaji dan asuransi yang tidak dibayarkan serta dugaan adanya pelanggaran HAM.

"Ini sangat menyakiti ada perbudakan dan human trafficking di dalamnya," kata dia.

Polisi Korea Selatan kata dia tengah melakukan investigasi terhadap kasus tersebut karena berada dalam yurisdiksi negara itu, kata Ari.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Perlindungan WNI Yudha Nugaraha menyatakan Kedutaan Besar Indonesia di Seoul, Korea Selatan telah berkoordinasi dengan pihak perusahaan pemilik kapal dan agen penyaluran ABK.

"Kita selalu mengedepankan tanggung jawab dari pihak terkait dalam hal ini adalah principal dan pihak agensi," kata Yudha pada Rabu.

Sementara untuk 14 ABK WNI lainnya segera dipulangkan setelah masa karantina yang dijalani telah selesai dan dijadwalkan tiba di Indonesia pada Jumat ini, ungkap Kemlu RI.

 

Link:  https://www.aa.com.tr/id/nasional/indonesia-desak-china-klarifikasi-dugaan-praktik-perbudakan-terhadap-abk-wni/1833489

sumber : Anadolu Agency
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement