Sabtu 09 May 2020 12:54 WIB

'Bantuan Pangan Baiknya Bukan Junk Food'

Mi instan dan susu kental manis yang dapat membuat antibodi menurun.

Pekerja mengemas sembako bantuan sosial (bansos)  di gudang distribusi, Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (29/4/2020). Pemerintah Provinsi Jawa Barat menyalurkan bansos senilai Rp500 ribu bagi warga yang berpenghasilan rendah dan termasuk miskin baru akibat pandemi COVID-19
Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
Pekerja mengemas sembako bantuan sosial (bansos) di gudang distribusi, Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (29/4/2020). Pemerintah Provinsi Jawa Barat menyalurkan bansos senilai Rp500 ribu bagi warga yang berpenghasilan rendah dan termasuk miskin baru akibat pandemi COVID-19

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Paket bantuan pangan untuk masyarakat terdampak COVID-19 disarankan bukan berupa makanan yang bersifat “junkfood”. Namun sebaiknya bahan pangan yang bergizi dan menyehatkan, kata Anggota Komisi IV DPR Luluk Nur Hamidah.

“Yang paling ideal adalah pasti ada beras. Tapi kalau di daerah tersebut ada pangan lokal yang biasa dikonsumsi masyarakat, misalnya sagu, jagung, atau sorgum, itu bisa dimasukkan. Inilah yang disebut diversifikasi pangan. Pentingnya diversifikasi pangan ini juga untuk menyerap hasil-hasil dari daerah setempat, seperti ikan. Kenapa di dalam paket ada mi instan dan krimer kental manis dan tidak diganti saja dengan protein yang langsung bisa diproduksi oleh nelayan kita,” kata Luluk, Sabtu (9/5).

Ia mengingatkan bantuan bahan pangan untuk masyarakat terdampak COVID-19 idealnya makanan yang menyehatkan. Sehingga misalnya penyertaan krimer kental manis atau makanan instan lainnya di dalam bantuan sembako bisa digantikan dengan bahan pangan lain yang dapat memenuhi nilai gizi keluarga.

Ia menambahkan bila penyertaan krimer kental manis dan makanan instan dalam paket bantuan itu dengan alasan kemudahan distribusi, maka persoalan tersebut sebenarnya dapat diatasi apabila antarinstansi saling bekerja sama. Sebab, ia menambahkan, kementerian/lembaga maupun instan-instansi yang lain masing-masing mempunyai program dalam upaya penanganan COVID-19.

“Kalau program-program setiap kementerian/lembaga atau instansi apapun ini saling diintegrasikan, maka tidak akan ada ceritanya makanan yang tidak berkualitas masuk dalam bantuan sosial,” kata Luluk.

Ia mencontohkan pemerintah bisa membeli bahan-bahan pangan yang surplus di kalangan masyarakat akibat rendahnya daya beli, seperti ayam, telur, dan cabai untuk dibagikan kembali ke masyarakat dalam bentuk bantuan. Untuk memudahkan distribusi ataupun mencegah agar bahan tersebut tidak rusak, bahan pangan tersebut dapat diolah ataupun dijadikan produk beku.

“Cara-cara kreatif seperti ini yang perlu dilakukan saat ini, dan inilah yang dilakukan oleh Vietnam dan negara lain. Dalam keranjang bantuan pangan isinya makanan bergizi , bukan ‘junkfood’ seperti mi instan dan susu kental manis yang dapat membuat antibodi menurun,” katanya.

Kasubdit Pengelolaan Konsumsi Gizi Direktorat Gizi Masyarakat Kemenkes Dyah Yunniar Setiawati membenarkan bantuan sosial untuk masyarakat terdampak COVID-19 masih jauh dari aspek pemenuhan gizi masyarakat.

“Sekarang bagaimana agar ketersediaan pangan bisa diakses oleh masyarakat. Harapannya, keluarga-keluarga yang telah menerima bantuan dapat memenuhi kebutuhan yang lain, terutama kebutuhan protein untuk anak,” ujar dia.

Krimer atau kental manis ditegaskannya bukan merupakan produk susu tetapi selama ini salah kaprah dan dianggap sebagai susu yang menyehatkan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement