Jumat 08 May 2020 19:52 WIB

Buya Syafii Singgung Indonesia Belum Bisa Wujudkan Keadilan

Menurut Buya, Allah telah menunjukkan jalan bagaimana membawa keadilan di muka bumi.

Mantan ketua umum PP Muhammadiyah, Ahmad Syafii Maarif.
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Mantan ketua umum PP Muhammadiyah, Ahmad Syafii Maarif.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Memasuki hari ke-14 Ramadan 1441 Hijriyah atau Kamis (7/5), Direktorat Sosialisasi, Komunikasi dan Jaringan, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) kembali melaksanakan diskusi Ramadhan daring dengan tema 'Sila ke-5 Pancasila Perspektif Ayat-Ayat Makkiyah'. Bertindak sebagai narasumber adalah anggota Dewan Pengarah BPIP Ahmad Syafii Ma’arif atau Buya Syafii Ma’arif, dengan moderator Direktur Kajian Materi BPIP Mohammad Sabri. Sekitar 84 peserta dari berbagai daerah di Indonesia dan seorang di antaranya dari New Delhi, India, mengikuti diskusi menggunakan aplikasi Zoom tersebut.

Buya Syafii Ma’arif membuka diskusi dengan menyampaikan pentingnya mencapai tujuan keadilan sosial dalam kehidupan Indonesia merdeka, terlebih hingga lebih 74 tahun merdeka, negeri ini masih belum bisa mewujudkan keadilan sosial tersebut. Untuk menggambarkan keadilan sosial dalam perspektif ayat-ayat Makkiyah, menurut Buya, harus merujuk penjelasannya pada tiga ayat Alwuran, yaitu Al-Balad (negeri), Al-Humazah (suka mengumpat), dan Al-Ma’un (orang-orang suka menolak memberikan pertolongan).

Buya menjelaskan, ketiga surat tersebut memberi gambaran situasi masyarakat Quraisy Makkah pada saat itu yang didominasi oleh sekelompok oligarki penguasa ekonomi, tapi tidak punya kepedulian terhadap kaum lemah nan miskin.

Menurut Buya, situasi dan kondisi yang terjadi belasan abad lalu di Arab Saudi masih terjadi hingga saat ini di Indonesia. Padahal, kata dia, seperti disampaikan dalam Firman Allah dalam QS Al-Balad “… Dan kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan (kebaikan dan kejahatan), tetapi dia tidak menempuh jalan yang mendaki dan sukar? Dan tahukah kamu apakah jalan yang mendaki dan sukar itu? (Yaitu) melepaskan perbudakan (hamba sahaya)…”

Mantan ketua umum PP Muhammadiyah tersebut menuturkan, Allah telah menunjukkan jalan bagaimana membawa keadilan di muka bumi ini. Keadilan yang dimaksud, berupa persamaan dengan tidak memandang bulu apa pun suku dan agamanya. “Terhadap orang tidak beragama pun tetap harus disantuni, ini pesan Alquran,” ucap Buya dalam siaran.

Menurut Buya, ajaran begitu hebat dan revolusioner tersebut tidak diperhatikan oleh orang-orang Islam selama berabad-abad. Kalau pun ada yang memperhatikan atau mengamalkan, itu jumlahnya sangat terbatas. Buya selanjutnya menegaskan, orang yang hanya mengumpulkan harta dan kemudian hanya menghitung-hitungnya untuk diri sendiri, tetapi tidak memperhatikan masyarakat, itu imannya tidak beres.

Buya menegaskan, Islam bukan antikekayaan, tetapi agama pembela orang miskin. Hanya saja, sambung dia, pada waktu yang sama kemiskinan harus lenyap di muka bumi, yaitu orang mampu wajib membayar zakat. “Wa’atu zakat, itu artinya orang Islam tidak boleh miskin, kemiskinan itu harus bersifat sementara," kata Buya.

Direktur Sosialisasi Komunikasi dan Jaringan BPIP, Aris Heru Utomo, dalam pembukaan diskusi menyampaikan, pemilihan tema keadilan sosial tidak terlepas dari fakta keadilan sosial merupakan hal penting dalam kehidupan bermasyarakat. Seringkali, kata dia, masalah keadilan sosial menjadi pemicu terjadinya ketegangan sosial yang disebabkan ketimpangan ekonomi dan ketidakadilan hukum.

"Karenanya menjadi penting untuk memaknai keadilan sosial dari sudut pandang Alquran, khususnya ayat-ayat Makkiyah, dan kaitannya dengan keadilan sosial menurut sila ke-5 Pancasila," kata Aris.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement