Ahad 10 May 2020 05:56 WIB

China Buat Vaksin COVID-19 yang Pertama

China Buat Vaksin COVID-19 yang Pertama

Rep: Bill Birtles/ Red:
Penelitian vaksin corona, ilustrasi
Foto: Antara/Umarul Faruq
Penelitian vaksin corona, ilustrasi

Di sebuah pusat medis di kota Xuzhou, belasan orang dewasa yang sehat menjadi relawan untuk pengujian vaksin COVID-19 pertama kalinya.

  • Lima dari delapan uji klinis vaksin COVID-19 terhadap manusia dilakukan di China
  • Sinovac Biotech berusaha mencegah virus untuk bisa mengembangkan diri
  • Beijing berharap vaksin dari China akan mengembalikan reputasi mereka di dunia internasional

 

Mereka termasuk sedikit kelompok di China, Amerika Serikat dan Inggris yang sedang melakukan uji coba beberapa potensi vaksi kepada manusia.

Perusahaan China yang sedang mengembangkan vaksin di Xuzhou, Sinovac Biotech, mengaku mereka bekerja tanpa henti sekarang ini.

"Biasanya pembuatan vaksin memerlukan waktu antara 8 sampai 10 tahun," kata direktur senior Sinovac, Meng Weining kepada ABC.

"Untuk vaksin ini, di tengah pandemi, kami berusaha maksimal mengambil langkahnya secepat mungkin."

Sinovac, sebuah perusahaan swasta yang didukung oleh pemerintah China, sebelumnya bekerja membuat vaksin SARS namun berhenti ketika virus tersebut menghilang di tahun 2003.

Belakangan mereka terlibat dalam pembuatan vaksin flu burung dan vaksin untuk mengobati hepatitis.

Kali ini Sinovac menggunakan metode konvensional untuk membuat vaksin, dengan membuat virus itu tidak bisa mengembangkan diri.

 

Sinovac merupakan satu dari lima perusahaan dan lembaga pemerintah di China yang sudah mendapat izin melakukan uji coba terhadap manusia untuk mempercepat proses pembuatan.

"Ini tidak berarti kami mengambil jalan pintas dalam pengembangannya." kata Meng.

"Kami tetap menyelesaikan seluruh langkah yang diperlukan berdasarkan prinsip keilmuan untuk membuat vaksin."

"Biasanya kita melakukan tes pertama dulu, kemudian sesuai dengan hasilnya kita melakukan tes kedua. Namun untuk menghemat waktu kami melakukannya dalam waktu bersamaan."

Pakar menjadi bagian dari kelinci percobaan

Sebuah perusahaan China lainnya, CanSino Biological Institute melakukan pendekatan yang sedikit berbeda dalam menemukan vaksin, bekerja sama dengan insitut penelitian militer China.

Pakar masalah virus dari lembaga militer tersebut, Chen Wei difoto ketika sedang disuntik berdiri di depan bendera Partai Komunis China, menunjukkan sekarang dunia sedang berperang untuk mengejar vaksin.

 

"Virus ini tidak pandang bulu, namun kita percaya dengan mukjizat," kata Dr Chen kepada media lokal.

Dalam wawancara terpisah, Chen Wei mengatakan mereka yang terlibat dalam uji coba "percaya dengan teknologi negeri sendiri".

Saat ini ada lebih dari 100 upaya mengembangkan vaksin COVID-19 di seluruh dunia, namun baru ada delapan yang sudah dalam tahap uji coba klinis.

Lima diantaranya dilakukan oleh perusahaan atau lembaga penelitian milik pemerintah China.

Namun melihat sejarahnya dalam pengembangan vaksin, China memiliki masa lalu yang buruk.

Dua tahun lalu, sebuah skandal besar terjadi ketika lebih dari 200 ribu anak-anak mendapatkan vaksin diphtheria, tetanus dan batuk yang tidak efektif.

Perusahaan yang sama Changchun Changsheng juga mendapat hukuman karena memalsukan produksi dan catatan pemeriksaan berkenaan dengan vaksin rabies.

Salah satu perusahaan yang sekarang terlibat dalam uji klinis COVID-19, Wuhan Institute of Biological Products, juga pernah dihukum karena kesalahan prosedur dalam membuat vaksin DPT di tahun 2016.

 

Namun masalah yang dihadapi ilmuwan China sekarang adalah bahwa mereka yang tertular COVID-19 semakin berkurang, sehingga berpengaruh pada uji klinis tahap ketiga.

Dengan semakin sedikitnya infeksi baru, pengembangan vaksin jadi semakin susah.

Vaksin dari China akan menjadi 'penebus dosa'

Walau belum ada jaminan akan ada vaksin yang berhasil dibuat, menjadi penting bagi Pemerintah China jika ada perusahaan dari negaranya yang berhasil mengembangkannya.

 

Pemerintah China sudah mendapat banyak kritikan atas berbagai kesalahan di masa awal ketika wabah terjadi dengan menutup-nutupi informasi parahnya keadaan.

Mereka sejauh ini sudah berhasil menghentikan penyebaran virus di dalam negeri, namun banyak negara sudah mendukung seruan Australia bagi adanya penyelidikan internasional.

Beberapa politisi di Amerika Serikat sudah menyerukan adanya kompensasi dari China.

Sama seperti di Amerika Serikat, beberapa ilmuwan China sudah menyampaikan optimisme akan ada vaksin dalam masa 1-2 tahun, namun mereka yang terlibat lebih bersikap hati-hati dalam pernyataan mereka.

"Saya tidak tahu seberapa cepat kami akan bisa melakukannya, namun dibandingkan proses normal, kami lebih cepat," kata Meng Wenning dari Sinovav.

Simak artikel selengkapnya dalam bahasa Inggris di sini

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement