Rabu 06 May 2020 01:10 WIB

Tak Ada Perayaan Kelulusan Bagi 'Angkatan Corona'

Siswa 'Angkatan Corona' perlu diberi pemahaman bahwa mereka adalah angkatan spesial.

Rep: Ali Mansur/ Red: Andi Nur Aminah
Siswa merayakan kelulusan dengan mencoret-coret seragam. (ilustrasi)
Foto: Antara
Siswa merayakan kelulusan dengan mencoret-coret seragam. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badai pandemi Covid-19 tidak hanya menghantam kesehatan dan perekonomian saja tapi juga dunia pendidikan. Selain harus memindahkan kegiatan belajar dari sekolah ke rumah, siswa akhir di masing-masing jenjang pendidikan juga harus merelakan untuk tidak merayakan kelulusan.

Kondisi ini sedikit banyak bakal memengaruhi psikolgi siswa, khsususnya jenjang SD, SMP dan SMA. Menurut Psikolog Anak dan Remaja, Arijani Lasmawati mereka harus diberi pengertian terkait makna kelulusan atau graduation.

Baca Juga

"Katakan kepada anak bahwa graduation adalah sebuah tonggak sejarah dalam kehidupannya dimana satu tahapan pendidikan baru saja mereka selesaikan dan akan melangkah ke jenjang berikutnya, dan itu hanya sebagian dari sebuah proses belajar. "Beri mereka pemahaman, dan ketika mereka sudah paham maka fokusnya tidak lagi tentang kumpul-kumpulnya atau merayakan kelulusan secara konvesional," ujar Arijani saat dihubungi melalui sambungan telepon, Selasa (5/5).

Selain itu, Arijani mengatakan, mereka juga harus diberi motivasi atau sikap optimistis terhadap peristiwa yang mereka alami saat ini. Apalagi bagi mereka yang sudah duduk di jenjang pendidikan menengah pertama dan atas pastinya dapat diajak untuk memaknai peristiwa ini dengan berbagai angle. Sebagai contoh sederhana, adalah menyampaikan bahwa mereka adalah angkatan spesial yang melewati masa kelulusan pada saat wabah Covid-19 melanda dunia, tidak hanya Indonsia.

Karena, kata Arijani, perjuangan mereka sangat berat dibandingkan angkatan-angkatan sebelumnya. Mereka membutuhkan perjuangan lebih, karena selama ini di negara kita kultur pendidikannya masih menggunakan platform tatap muka secara langsung (konvensional) meski tak bisa dipungkiri beberapa lembaga pendidikan yang cukup maju sudah mulai menggunakan cara-cara digital. Namun itu belum diterapkan sebagai sebuah keharusan sebagaimana seruan pemerintah dalam menerapkan physical distancing dan PSBB menyikapi pandemi saat ini.

Direktur LAKSITA Psychological Assessment Consulting dan Therapy mengatakan, maka dengan adanya pandemi pula, segala kegiatan belajar, termasuk mengerjakan tugas dari guru semuanya dilakukan secara daring. Namun dengan segala tekanan dan keterbatasan gerak itu mereka mampu melewati jenjangn pendidikannya dengan baik. Sehingga dengan demikian mereka tetap memiliki kebanggaan tersendiri yang bisa dikenang, meski tidak merayakan kelulusan secara konvesional.

"Jadi kalian (siswa) ini angkatan yang sangat istimewa yang dikenal oleh dunia. Tidak hanya kamu mengenang kisahmu tapi dunia mengenangmu. Kalian memiliki ciri khusus angkatan yang disebut oleh anak-anak sebagai 'Angkatan Corona'. Dengan cara yang unik dengan perjuangan yang besar dengan segala tekanan kalian mampu melewatinya dengan baik," puji Arijani.

Selain itu, mereka yang masih bisa merayakan atau menyelenggarakan graduation meski tidak seperti pada umumnya. Mereka bisa beralih dengan cara-cara yang lebih modern atau berbasis teknologi. Bahkan seperti aplikasi zoom meeting bisa merekam dan linknya dapat disebarkan. Jadi kelulusannya yang biasanya hanya ditonton oleh internal sekolah kini dapat ditonton oleh semua orang dari seluruh penjuru, seperti di //zoom meeting.

"Pasti ada //shocking ya, namanya kita mengalami sesuatu yang besar, pandemik ini //kan besar pastinya menimbulkan baik secara fisik maupun secara kultur, tapi jalan keluarnya masih ada," ungkap Arijani.

Hanya saja khusus bagi para remaja, meski sudah dapat berpikir positif tapi tetap membutuhkan transmitter. Maka orang tua, dapat menjadi transmitter untuk menjelaskan hal itu.

Remaja adalah individu yang unik, mereka pada tahapan bukan anak-anak lagi tapi juga bukan orang dewasa yang bisa diserahkan tanggung jawab sebagaimana orang dewasa pada umumnya. Kemudian kemampuan berpikir abstraknya masih belum seperti orang dewasa yang bisa memprediksi dan bisa melihat dari berbagai sudut pandang.

"Justru yang saya pikirkan adalah mereka yang berada di menengah ke bawah, apalagi yang tinggal di daerah-daerah. Mungkin jaringan belum support, devicenya tidak punya pastilah berdampak sekali, diperlukan pendampingan yang maksimal terutama dalam meredam stress yang dialami remaja untuk dapat menerima kondisi ini," tutur Arijani.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement