Selasa 05 May 2020 20:19 WIB

Jalan-Jalan Perbudakan Sebelum dan Sesudah Islam Datang 

Islam menghapus sistem perbudakan secara gradual.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Nashih Nashrullah
Islam menghapus sistem perbudakan secara gradual.  Perbudakan zaman jahiliyah (ilustrasi).
Foto: crethiplethi.com
Islam menghapus sistem perbudakan secara gradual. Perbudakan zaman jahiliyah (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Sistem perbudakan sudah dikenal jauh sebelum Islam datang.

Penulis buku "Budak dalam Literatur Fiqih Klasik" Hanif Luthfi, Lc, MA mengatakan, perbudakan dikenal dalam peradaban-perabadan paling tua seperti Sumeria di Mesopotamia dari 3.500 SM, serta hampir setiap peradaban lainnya.

Baca Juga

Hanif mengatakan, seperti disampaikan Abu Bakar Jabir Al-Jaza'iri dalam "Minhajul Muslim" dahulu sebelum datangnya Islam, seorang bisa menjadi budak itu karena tiga kondisi. Pertama karena perang, kefakiran dan perampokan dan pembajakan.

Hanir menerangkan, menjadi budak karena perang, ketika itu jika sekelompok manusia memerangi kelompok manusia lainnya dan berhasil mengalahkannya, maka mereka menjadikan para wanita dan anak-anak kelompok yang berhasil dikalahkannya sebagai budak.

Sementara menjadi budak karena kondisi ekonomi sulit yang meyebabkan seseorang fakir dan miskin, mendorong manusia menjual anak-anak mereka untuk dijadikan sebagai budak bagi manusia lainnya. Akan tetapi itu terjadi pada zaman dahulu.

Kondisi terakhir Hanif menyampaikan bagaimana menjadi budak karena mengalami musibah perampokan dan pembajakan. 

Dia menyampaikan, pada masa lalu rombongan besar bangsa-bangsa Eropa singgah di Afrika dan menangkap orang-orang Negro, kemudian menjual mereka di pasar-pasar budak Eropa.

Di samping itu kata dia, para pembajak laut dari Eropa membajak kapal-kapal yang melintas di lautan dan menyerang para penumpangnya, dan jika mereka berhasil mengalahkannya, maka mereka menjual para penumpangnya di pasar pasar budak Eropa dan mereka memakan hasil penjualannya.

Hanif mengatakan, berbeda menjadi budak sebelum datang Islam dengan stelah datangnya Islam. Menurutnya, setelah Islam datang, Islam menyatakan bahwa seluruh manusia adalah merdeka dan tidak bisa menjadi budak begitu saja.

Setidaknya kata dia, ada dua jalur menjadi budak setelah datangnya Islam. Pertama, dia keturunan budak, yakni berasal dari hasil pernikahan antara budak laki-laki dan budak perempuan, atau antara budak perempuan dengan laki-laki selain tuannya maka anaknya menjadi budak juga. 

"Maka keturunan budak ini menjadi budak juga bagi tuan dari ibu yang budak tadi," katanya seperti pendapat Kementerian Wakaf dalam, Al-Mausu'ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah.

Kedua, karena seseorang itu menjadi pihak yang kalah perang melawan umat Islam, lantas ditahan dan dijadikan budak. Panglima perang memiliki kewajiban memberikan perlakuan yang tepat terhadap para tawanan itu.

Pilihan kepada panglima perang pun tak lantas menjadikan tawanan itu budak. Ditawan lantas dibebaskan begitu saja tanpa tebusan atau dengan dimintai tebusan sebagaimana ayat Alquran surat Muhammad ayat 4 yang artinya. 

"Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir (di medan perang) maka pancunglah batang leher mereka. Sehingga apabila kamu telah mengalahkan mereka maka tawanlah mereka dan sesudah itu kamu boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan sampai perang berhenti."

Pilihan itu kata Hanif, didasarkan dengan melihat kemaslahatan umum. Bisa jadi tawanan perang yang laki-laki dibunuh tanpa ditawan atau dibebaskan. Maka, perbudakan di dalam Islam bukan dengan cara perampasan manusia, ataupun menjual orang merdeka dan memperbudak mereka.

"Adapun jika seseorang sudah menjadi budak, maka kita bisa memilikinya dengan membelinya atau dihadiahi, atau mendapatkan warisan dari pewaris kita yang memiliki budak" katanya.

Hanif menambahkan, jika terjadi perang antara sesama muslim, maka tidak boleh yang menang memperbudak yang kalah. 

Ibrahim M Hasan Al-Jamal dalam tulisannya ar-Riqqu fi al-Jahiliyyah wa al-Islam, menyatakan: "Islam tidak membolehkan seorang Muslim memperbudak Muslim yang lain walaupun terjadi permusuhan di antara keduanya. Seorang Muslim yang lahir dari kedua orang tua yang merdeka tidak boleh dijadikan budak dalam keadaan apapun," katanya.

Hanif menceritakan, pernah suatu ketika ada seorang wanita bertanya kepadanya, bisakah dia menjadikan dirinya budak?

Menurut dia pertanyaan sangat aneh. Di mana kebanyakan orang ingin hidup merdeka, malah dia ingin menjadi budak.

Ternyata, usut punya usut, wanita itu berstatus sekretaris dari bos laki-laki. Dia ingin menjadi budak bosnya. Karena menurut pengetahuan pendeknya bahwa budak itu boleh disetubuhi tuannya tanpa adanya ikatan pernikahan.

"Tentu jawabnya tak bisa orang yang merdeka memproklamirkan dirinya menjadi budak dari seseorang begitu saja," katanya.

Seorang yang aslinya merdeka dan bukan budak, tidak bisa menjadi budak begitu saja. Baik menjadi budak itu dengan pengakuan pribadi dari seorang itu atau ketika orang itu dijual oleh orang lain. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement