Selasa 05 May 2020 18:34 WIB

Ekonomi RI Melambat, Indef: Indikator Makro Belum Kuat

Ekonomi Indonesia tumbuh 2,97 persen pada kuartal I 2020.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Pertumbuhan ekonomi (ilustrasi)
Foto: Republika.co.id
Pertumbuhan ekonomi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) M Rizal Taufikurahman menyebutkan, bantalan ekonomi makro Indonesia tidak kuat menangkis dampak Covid-19. Hal ini tergambarkan dari pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal pertama yang hanya 2,97 persen, melambat dibandingkan periode yang sama tahun lalu, 5,07 persen maupun kuartal keempat 2019, 4,97 persen.

Rizal mengatakan, pada Januari dan Februari, ekonomi Indonesia masih menunjukkan kinerja baik. Dampak Covid-19 baru terasa pada Maret, namun dampaknya sangat drastis secara tahunan maupun kuartalan.

Baca Juga

"Ini menunjukkan, indikator ekonomi makro selama tiga bulan terakhir jauh dari yang diharapkan," katanya ketika dihubungi Republika.co.id, Senin (5/5).

Kondisi tersebut dikarenakan stimulus fiskal dan moneter yang tidak berjalan efektif selama tiga bulan terakhir. Rizal memberikan contoh, kebijakan stimulus sektor pariwisata yang tidak kunjung sesuai harapan pada Januari. Selain itu, kebijakan insentif fiskal dalam upaya pencegahan dampak Covid-19 tidak berjalan sesuai harapan.

Rizal menambahkan, termasuk juga keterlambatan dalam pengambilan keputusan terkait dengan antisipasi dampak pandemi Covid-19. Sebab, kebijakan ekonominya cenderung tidak terkontrol dan undoable (sulit tercapai), bahkan cenderung lamban. "Hal ini justru mendorong pertumbuhan ekonomi terjadi kontraksi lebih besar," tuturnya.

Dengan realisasi kuartal pertama, Rizal memproyeksikan, pertumbuhan ekonomi sepanjang 2020 berada pada rentang 0,68 persen hingga kontraksi 0,20 persen. Semuanya tergantung pada realisasi pengendalian Covid-19 dan dampaknya ke ekonomi masyarakat.

Untuk skenario berat, di mana kebijakan pengendalian Covid-19 selama tiga bulan dan stimulus fiskal hanya 50 persen teralokasikan efektif, maka pertumbuhan ekonomi 2020 hanya pada angka 0,68 persen.

Sedangkan, pada skenario sangat berat, asumsinya adalah kebijakan pengendalian Covid-19 berlangsung hingga enam bulan. Selain itu, stimulus fiskal teralokasikan kisaran 50 persen efektif. Dalam skenario ini, ekonomi diproyeksi tumbuh negatif 0,20 persen.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama 2020 menjadi laju pertumbuhan terlambat selama sembilan tahun terakhir. "Kalau kita lihat, ini terendah sejak triwulan satu tahun 2001," ujarnya dalam konferensi pers secara virtual, Selasa.

Tapi, Suhariyanto menekankan, situasi tahun ini tidak dapat dibandingkan begitu saja dengan tahun-tahun sebelumnya. Sebab, situasi yang dihadapi saat ini sangat berbeda. Pandemi Covid-19 yang belum diketahui kapan selesai menyebabkan situasi ekonomi dan sosial dunia diliputo ketidakpastian.

Suhariyanto mengatakan, pemerintah berupaya menangkal dampak negatif dari pandemi Covid-19, terutama ke kesehatan dan ekonomi. "Sudah banyak upaya dilakukan, tapi kita semua tidak bisa prediksi sampai kapan Covid-19 berlalu," tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement