Senin 04 May 2020 22:50 WIB

Mentan: Distribusi Pangan Jadi Cara Kurangi Defisit Beras

Mentan sebut intervensi lewat distribusi pangan untuk kurangi provinsi defisit beras

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
Foto: Kementan
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menyebutkan sejumlah provinsi yang sebelumnya mengalami defisit beras, kini telah berkurang setelah Pemerintah melakukan intervensi.

Sebelumnya, Kementerian Pertanian mencatat ada tujuh provinsi yang mengalami defisit beras, yakni Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Kalimantan Utara, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat dan Papua. "Sebelumnya ada beberapa daerah provinsi yang mengalami defisit. Setelah diintervensi, maka yang tersisa Riau, Kepulauan Riau, Bangka Belitung dan Maluku Utara," kata Mentan dalam rapat dengar pendapat virtual bersama Komisi IV DPR di Jakarta, Senin (5/4).

Baca Juga

Mentan menjelaskan intervensi yang dilakukan Pemerintah, yakni mengalokasikan stok beras Nasional dari daerah yang surplus ke daerah yang mengalami defisit, serta berkoordinasi dengan Bulog untuk mendistribusikan stok beras.

Dalam data peta ketersediaan beras pada April 2020, terdapat 28 provinsi yang mengalami surplus lebih dari 10 persen; 2 provinsi defisit antara 10-25 persen yakni di Kalimantan Utara dan Maluku, serta 4 provinsi dengan defisit lebih dari 25 persen yakni Riau, Kepulauan Riau, Bangka Belitung dan Maluku Utara.

Mentan juga menyebutkan stok beras Nasional pada akhir Maret mencapai 3,45 juta ton yang tersebar, baik di Bulog, pedagang, penggilingan dan Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC).

Sementara itu, perkiraan produksi dari hasil panen April mencapai 5,4 juta ton, berdasarkan data Kerangka Sampling Area (KSA) oleh BPS. Dengan kebutuhan sebesar 2,5 juta ton, stok beras pada April mengalami surplus sebesar 2,9 juta ton.

Dengan demikian, neraca beras pada akhir April mengalami surplus sebesar 6,35 juta ton, dengan memperhitungkan stok beras, produksi panen dan kebutuhan konsumsi.

Mentan Syahrul menambahkan kelancaran distribusi menjadi kunci untuk menjaga ketersediaan stok beras. Selain itu, adanya pandemi COVID-19 juga menyebabkan anomali harga beras yang tinggi padahal saat ini petani sudah memasuki panen raya.

Menurut dia, tingginya permintaan beras saat masa pandemi melalui pemberian bantuan sosial menyebabkan kebutuhan beras menjadi sulit diperkirakan.

"Ketersediaan cukup, stok cukup, sementara harga naik. Ada beberapa yang disampaikan BIN (Badan Intelijen Negara), kenaikan itu dipicu pembelian beras untuk kegiatan sosial kurang lebih 500.000 ton pada seminggu terakhir," kata Mentan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement