Minum Obat Penunda Haid Saat Ramadhan, Bolehkah?

Rep: Nashih Nashrullah/ Red: Hasanul Rizqa

Senin 04 May 2020 21:35 WIB

 Ilustrasi Muslimah memilih obat penunda haid agar tuntas berpuasa sebulan Ramadhan Foto: Pixabay Ilustrasi Muslimah memilih obat penunda haid agar tuntas berpuasa sebulan Ramadhan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ramadhan memang bulan yang penuh berkah. Sebagian Muslimah tidak ingin ketinggalan mengejar keutamaan Ramadhan, seperti berpuasa, shalat tarawih, mengaji Alquran, dan lain sebagainya.

Maka dari itu, mereka pun cenderung memilih obat penunda haid. Dengan begitu, puasa pun dapat ditempuh sebulan penuh.

Baca Juga

Dalam kajian fikih klasik, mayoritas ulama mazhab menyatakan pandangan yang sama. Muslimah boleh mengonsumsi obat pencegah haid selama tindakan itu tidak membahayakan kesehatan dirinya.

Menurut Mazhab Hanafi, jika seorang perempuan meminum obat, lalu darah haid tidak keluar, siklus bulanan tersebut dinyatakan bukan lagi siklus menstruasi. 

Misalnya, si A jadwal menstruasinya jatuh pada pekan ketiga tiap bulannya. Bila haid tak kunjung datang, siklus bulanan itu gugur. Jika ternyata pada tempo itu keluar darah, itu dianggap menstruasi, meski sudah meminum pencegah haid.  

Mazhab Maliki menambahkan, tidak keluarnya darah pada siklus sebagai dampak obat berarti tidak menggugurkan kewajiban ibadah--semisal tawaf, shalat lima waktu, atau puasa Ramadhan.  

Sebaliknya, jika obat digunakan untuk mempercepat haid, darah itu dikategorikan menstruasi. Ini berlaku dalam bidang ibadah, sementara berkenaan dengan idah darah menstruasi yang keluar akibat obat tidak dijadikan sebagai dasar ketidakhamilan dan habisnya masa idah itu. 

Mazhab Syafii mengatakan, penggunaan obat untuk mempercepat haid bagi perempuan yang belum baligh, lantas darah itu keluar, maka ia telah dianggap baligh dan telah wajib melaksanakan perintah syariat. Sedangkan, konsumsi obat pencegah haid tidak berdampak pada kewajiban qadha atau mengganti ibadah yang ditinggalkan, misalnya puasa Ramadhan.

Ini berarti, bila obat tersebut efektif menghalangi haid, ia tetap wajib shalat fardhu dan berpuasa Ramadhan.

Mazhab Hanbali menyatakan, menunda keluarnya menstruasi lewat konsumsi obat diperbolehkan. Ini dengan dua catatan, yaitu penggunaannya tidak berefek negatif pada kesehatan pemakainya dan bagi yang telah bersuami tindakan tersebut harus mendapat persetujuan suami. Hal ini karena suami berhak untuk mendapatkan keturunan. Dan, ini hanya bisa tercapai bila siklus menstruasi berjalan normal.