Senin 04 May 2020 14:37 WIB

Kunjungan Turis Turun,Bisnis Hotel dan Transportasi Terpuruk

Pada Maret 2020, tingkat penghunian kamar (TPK) hotel hanya sebesar 32,24 persen,

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Pekerja menyiapkan kamar yang akan dihuni tamu hotel di Swiss-Belhotel Rainforest, Kuta, Badung, Bali, Kamis (9/4/2020). Sejumlah hotel di Bali menawarkan berbagai program promosi seperti potongan harga untuk menginap harian serta paket menginap mingguan dan bulanan dengan harga murah sebagai upaya untuk meningkatkan okupansi yang mengalami penurunan akibat dampak dari penyebaran COVID-19 atau virus Corona.
Foto: Antara/Fikri Yusuf
Pekerja menyiapkan kamar yang akan dihuni tamu hotel di Swiss-Belhotel Rainforest, Kuta, Badung, Bali, Kamis (9/4/2020). Sejumlah hotel di Bali menawarkan berbagai program promosi seperti potongan harga untuk menginap harian serta paket menginap mingguan dan bulanan dengan harga murah sebagai upaya untuk meningkatkan okupansi yang mengalami penurunan akibat dampak dari penyebaran COVID-19 atau virus Corona.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, penurunan kunjungan wisatawan mancanegara hingga 64,11 persen akibat pandemi virus corona baru (Covid-19) telah berdampak ke sektor-sektor pendukung. Khususnya transportasi dan hotel melalui Tingkat Penghunian Kamar (TPK).

Pada Maret 2020, TPK hanya sebesar 32,24 persen, atau turun 16,98 poin dibandingkan bulan sebelumnya. Kontraksi lebih dalam terlihat jika dibandingkan Maret 2019 yang saat itu mencapai 52,88 persen. Artinya terjadi penurunan 20,64 poin secara tahunan.

Baca Juga

TPK di berbagai daerah, terutama destinasi wisata utama, sangat rendah. Misalnya, Bangka Belitung yang hanya 18 persen dan Nusa Tenggara Barat 11,07 persen. "Ini menunjukkan, wisatawan mancanegara berpengaruh ke TPK, meskipun TPK juga untuk wisatawan dalam negeri," kata Kepala BPS Suhariyanto dalam konferensi pers secara virtual, Senin (4/5).

Berdasarkan data yang disampaikan Suhariyanto, jumlah wisatawan asing pada Maret 2020 hanya 470 ribu orang. Jumlah itu kontraksi hingga 64,11 persen dibandingkan Maret 2019 dan turun 45,50 persen dibandingkan Februari 2020.

Tren tersebut juga berdampak pada sektor transportasi. Jumlah penumpang dalam penerbangan internasional pada Maret 2020 sebanyak 560 ribu penumpang. Dibandingkan Maret 2019, terjadi kontrkasi hingga 63,84 persen, sedangkan secara bulanan mencapai 50,44 persen. "Turunnya tajam sekali," tutur Suhariyanto.

Sementara itu, penerbangan domestik pada Maret 2020 turut mengalami situasi serupa seiring kebijakan physical distancing. Jumlah penumpangnya hanya 4,58 juta orang, turun 24,09 persen dibandingkan tahun sebelumnya dan turun 20,84 persen dibandingkan Februari 2020.

Pola yang sama terjadi untuk angkutan kereta api. Pada Maret 2020, jumlah penumpang yang diangkut adalah 23,43 juta, turun 34 persen dibandingkan Maret 2019. Salah satu penyebabnya, penurunan penumpang Commuter Line yang biasanya mampu mencapai 900 ribu per hari, kini hanya 300 ribu orang per hari.

"Karena adanya PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), physical distancing, sehingga ada pembatasan jumlah penumpang dan frekuensi dari KRL," kata Suhariyanto.

Di sisi lain, angkutan kereta barang justru meningkat menjadi 4,55 juta ton per Maret 2020. Jumlah tersebut naik 8,65 persen dibandingkan Maret 2019 dan tumbuh 15,75  persen dibandingkan Februari 2019.

Suhariyanto mengatakan, kenaikan pada kereta barang sejalan dengan komitmen pemerintah untuk tetap fokus memberikan keleluasaan pada distribusi logistik meski di tengah kebijakan PSBB. "Untuk jaga barang-barang bisa tetap terdistribusi dari satu daerah ke daerah lain," ucapnya.

Tren serupa terjadi pada angkutan laut. Kapal barang mengalami pertumbuhan 4,07 persen (yoy) pada Maret 2020 menjadi 25,49 juta ton. Suhariyanto menjelaskan, ini untuk memastikan kebutuhan masyarakat pada masa pandemi tetap dapat terjaga.

Kapal penumpang turut mengalami tren kenaikan secara tahunan, yaitu 11,85 persen menjadi 1,92 juta orang pada Maret 2020. Tapi, apabila dibandingkan Februari 2020 yang mencapai 1,99 juta orang, terjadi kontraksi tipis.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement