Sabtu 02 May 2020 23:11 WIB

Doa Rasulullah untuk Mereka yang Telah Menyakitinya

Rasulullah SAW tetap mendoakan kebaikan bagi kaum yang telah menyakitinya

Rasulullah
Foto: Mgrol120
Rasulullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Inilah kisah pada masa awal dari dakwah Islam. Ketika itu, kaum Muslimin "kalah" dalam soal jumlah. Dan, betapa besarnya tekanan, hasutan, dan intimidasi kaum musyrikin Makkah kepada Nabi Muhammad SAW.

Melihat kerasnya penolakan dari petinggi Makkah, beliau pun mencoba berdakwah di tempat lain. Dengan ditemani Zaid bin Haritsah, Rasulullah SAW memutuskan pergi ke Thaif.

Baca Juga

Kota itu terletak sekitar 80 kilometer arah selatan Makkah. Di sana, Nabi SAW bermaksud mendapatkan dukungan dan perlindungan dari Bani Tsaqif, suku setempat yang paling dominan.

Thaif waktu itu dipandang sebagai zona damai dengan penduduknya yang cenderung terbuka. Harapan beliau, terbukalah wilayah dakwah baru yang tanpa kekerasan.

Sesampainya di sana, Nabi SAW ternyata ditolak penguasa Bani Tsaqif. Bahkan, beberapa di antaranya menghina beliau, “Apakah Tuhan tidak menemukan orang selain dirimu untuk menjadi utusan-Nya!?”

Menyadari upayanya tak berhasil, Rasulullah SAW kemudian pergi. Namun, di jalan yang beliau lalui penduduk Thaif telah bersiap-siap hendak menyerang beliau. Perlakuan mereka begitu kasar. Kata-kata kotor keluar dari lisan puluhan warga Thaif. Segerombolan orang bahkan melempari beliau dan sahabatnya dengan batu dan tanah.

Rasulullah SAW pun terluka cukup parah. Dengan sisa kekuatan yang ada, beliau tetap melangkahkan kaki menuju Makkah. Beliau tertatih-tatih, menahan setiap rasa sakit dari serangan membabi-buta masyarakat Thaif.

Sampai di perbatasan kota, amuk itu mereka mulai mereda. Nabi SAW dan sahabatnya begitu lelah.

Sementara itu, di langit para malaikat menyaksikan pemandangan memilukan ini. Allah SWT mengutus mereka agar menemui sang khatamul anbiya.

Doa Nabi

Allahuma Ya Allah," ujar Nabi SAW sembari mengangkat tangannya ke langit, "Kepada-Mu aku mengadukan kelemahanku, kekurangan daya upayaku di hadapan manusia. Wahai Tuhan Yang Mahapenyayang, Engkaulah Tuhan orang-orang yang lemah dan Tuhan pelindungku. Kepada siapa hendak Engkau serahkan nasibku? Kepada orang jauhkah yang berwajah muram kepadaku? Atau kepada musuh yang akan menguasai diriku?

Asalkan Engkau tidak murka kepadaku, aku tidak peduli. Sebab, sungguh luas kenikmatan yang Engkau limpahkan kepadaku. Aku berlindung kepada cahaya Wajah-Mu yang menyinari kegelapan, dan karena itu yang membawa kebaikan di dunia dan akhirat, (aku berlindung) dari kemurkaan-Mu. Kepada Engkaulah aku adukan halku sehingga Engkau ridha kepadaku. Dan, tiada daya dan upaya melainkan dengan kehendak-Mu.”

Kemudian, Malaikat Jibril turun dan menghampiri Rasulullah SAW. Jibril berkata, “Allah mengetahui apa yang terjadi padamu dan orang-orang ini (penduduk Thaif). Allah telah memerintahkan malaikat-malaikat di gunung-gunung untuk menaati perintahmu.”

Para malaikat penjaga gunung lantas menyahut, “Wahai Muhammad! Sungguh Allah telah mendengar perkataan penduduk Thaif kepadamu. Aku adalah malaikat penjaga gunung dan Rabb-mu telah mengutusku kepadamu. Angkat tanganmu ke langit, ya Rasulullah! Jika engkau suka, aku bisa membalikkan dan menjatuhkan Gunung Akhsyabin ini ke atas mereka!”

Apa jawaban Rasul SAW? Dengan lemah-lembut, beliau berkata, “Walaupun penduduk Thaif menolakku, aku berharap dengan kehendak Allah keturunan mereka kelak akan menyembah Allah dan beribadah kepada-Nya.”

Beliau kemudian berdoa, “Ya Allah, berikanlah petunjuk kepada kaumku. Sesungguhnya mereka tidak mengetahui.”

Tidak ada dendam terbersit sedikit pun dalam hati Rasulullah SAW. Beliau tetap bersabar meskipun memiliki kesempatan untuk melampiaskan malapetaka kepada mereka yang memusuhinya. Justru, dari lisan mulianya terucap kata-kata doa yang indah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement