Jumat 01 May 2020 17:19 WIB

Pengamat: Harga Minyak Diperkirakan Normal Tiga Bulan Lagi

Penurunan harga BBM di dalam negeri tidak bisa dilakukan begitu saja.

Harga minyak mentah Indonesia (ICP). (ilustrasi).
Foto: Reuters
Harga minyak mentah Indonesia (ICP). (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, harga minyak dunia diperkirakan kembali normal sekitar 2-3 bulan mendatang. Saat itu diperkirakan pandemi Covid juga sudah mereda.

"Based on Covid-19, sejumlah analisis, termasuk kurva di Indonesia maupun dunia, diharapkan memang Juli normal. Harapan tersebut juga seperti disampaikan Ketua Gugus Tugas Penanganan Covid-19," kata Komaidi di Jakarta, Jumat (1/5).

Baca Juga

Menurut dia, meski harga minyak dunia mengalami penurunan namun sifatnya masih fluktuatif sehingga sikap pemerintah yang belum menurunkan harga BBM, dinilai sangat tepat. Sementara itu dengan normalnya kondisi, lanjut Komaidi, otomatis sejumlah negara, seperti Jepang, Korea Selatan dan China sudah melakukan ancang-ancang untuk perbaikan proses produksi.

Begitu pula dengan negara-negara G-7, terutama di Eropa, yang saat ini masih gigih menangani Covid-19. "Bahkan yang kami dengar informasinya, China sudah mulai pengadaan minyak dan gas, bahkan batu bara. Proses itu dimulai, karena karena industri manufaktur mereka sudah mulai berjalan," katanya melalui keterangan tertulis.

Dengan peningkatan produksi manufaktur barang dan jasa itulah, tambahnya, otomatis permintaan minyak juga meningkat dan stok saat ini, mulai bisa terserap sehingga harga berangsur normal.

Senada dengan itu Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan, penurunan harga memang tidak bisa dilakukan begitu saja, namun harus memperhitungkan banyak faktor. Faktor tersebut di antaranya biaya yang dikeluarkan Pertamina juga sangat besar terkait dengan kondisi geografis Indonesia yang sangat luas dan sulit.

"Kita tidak bisa membandingkan harga BBM di Indonesia dan Malaysia. Luas wilayah berbeda, biaya distribusi juga berbeda. Jadi, banyak biaya variabel yang dikeluarkan," ujarnya.

Berbagai faktor tersebut, menurut Mamit, tentu memperberat kondisi Pertamina, terlebih saat ini permintaan BBM juga menurun jauh. Selain itu yang juga harus diperhitungkan karena Pertamina juga tidak hanya bermain di sektor hilir, tapi bermain juga di sektor hulu.

Hal itu, tambahnya, juga berbeda dibandingkan dengan pemain swasta lain, sehingga butuh banyak pertimbangan dalam pengambilan keputusan.

Di sisi lain, menurut dia, Pertamina sebenarnya juga sudah menurunkan harga BBM non penugasan pada Februari lalu. Selain itu, meski dalam kondisi sulit karena tekanan pada sektor hulu, BUMN tersebut juga sudah memberikan berkontribusi untuk penanganan Covid-19.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement