Kamis 30 Apr 2020 17:07 WIB

Legislator: Izinkan TKA China Masuk, Pemerintah tak Sensitif

Pemerintah harus prioritaskan kesehatan dan keselamatan rakyat Indonesia.

Rep: Ali Mansur / Red: Agus Yulianto
Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PKS, Sukamta
Foto: dok.Istimewa
Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PKS, Sukamta

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur dan DPRD Sulawesi Utara menolak kedatangan 500 Tenaga Kerja Asing (TKA) asal China yang dipekerjakan di PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) di Morosi, Konawe, Sulawesi Utara. Dengan masih adanya TKA yang masuk ke Indonesia di tengah pandemi Covid-19, pemerintah dinilai tak tidak sensitif dengan suasana kebatinan masyarakat.

"Harusnya yang diprioritaskan adalah kesehatan dan keselamatan rakyat Indonesia. Apalagi rakyat dan Forkopimda sebagai tuan rumah juga tegas menolak. Harusnya pemerintah pusat sejalan dengan pemikirannya sendiri," tegas anggota Komisi I DPR RI, Sukamta dalam keterangannya, Kamis (30/4).

Dikatakan Sukamta, pemerintah harusnya membatasi pergerakan warga negara asing yang akan masuk ke Indonesia. Itu sebagaimana pemerintah membatasi masyarakatnya sendiri dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), termasuk larangan mudik. Maka, terlepas dari para TKA China ini memegang visa kunjungan atau visa kerja, harusnya pemerintah pusat tidak menerima TKA China terlebih dulu. 

"Apalagi dalam Permenkumham No. 11 tahun 2020 tentang Pelarangan Sementara Orang Asing Memasuki Wilayah Negara Republik Indonesia pasal 3 diatur bahwa pengecualian bagi warga asing pemegang KITAS atau KITAP disyaratkan dalam 14 hari sebelumnya berada di negara yang bebas dari Covid-19," tuturnya.

Menurut dia, menerima masuknya TKA dari negara China yang merupakan negara asal virus, jelas bertentangan dengan aturan tersebut. Kata dia, Pemerintah pusat harusnya sensitif dengan perasaan dan kondisi masyarakat khususnya yang terdampak pandemi Covid-19 ini. Mengingat, banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaan, kehilangan penghasilan, dan pergerakan harus dibatasi. 

"Tapi bantuan sosial belum maksimal, dimulai dari pendataan warga yang kacau, hingga tidak meratanya pembagian bantuan sosial, banyak yang tidak mendapatkan bantuan sosial padahal sangat membutuhkan," keluh Sukamta.

Padahal, menurut Sukamta, isu TKA China sendiri sebelumnya sudah sensitif, terkait hubungan perusahaan asing dengan lingkungan dan masyarakat sekitar termasuk soal penyerapan tenaga kerja lokal. Ditambah lagi dengan kondisi akibat pandemi ini, ia tidak ingin eskalasi masalah ini meningkat.

"Karena bisa menimbulkan ketegangan dan gesekan sosial. Kita ingin hindari itu. Karena jika kerusuhan terjadi, maka efek ekonomi bisa lebih parah lagi," ujar Sukamta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement