Kamis 30 Apr 2020 13:46 WIB

Penolakan Gubernur Sultra dan Kritik 500 TKA China

Para TKA China ini rencananya akan bekerja di perusahaan pemurnian nikel di Konawe.

Rep: Antara/Nawir Arsyad Akbar/ Red: Mas Alamil Huda
Beberapa tenaga kerja asing (TKA) membubut besi untuk kebutuhan pembangunan beberapa bangunan di salah satu perusahaan pertambangan di Konawe, Sulawesi Tenggara, beberapa waktu lalu..
Foto: Antara/Jojon
Beberapa tenaga kerja asing (TKA) membubut besi untuk kebutuhan pembangunan beberapa bangunan di salah satu perusahaan pertambangan di Konawe, Sulawesi Tenggara, beberapa waktu lalu..

REPUBLIKA.CO.ID, KENDARI – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Tenggara (Sultra) bersama DPRD setempat sepakat menolak rencana kedatangan 500 tenaga kerja asing (TKA) asal negara China. Para TKA China ini rencananya akan bekerja di perusahaan pemurnian nikel (smelter) PT VDNI (Virtue Dragon Nickel Industry) di Morosi, Kabupaten Konawe.

“Meskipun rencana kedatangan TKA tersebut merupakan kebijakan pemerintah pusat dan sudah melalui mekanisme protokol Covid-19, namun suasana kebatinan masyarakat di daerah belum ingin menerima kedatangan TKA,” ujar Gubernur Sultra Ali Mazi, di Kendari, Rabu (29/4).

Ali Mazi meminta, rencana kedatangan TKA pekerja PT VDNI Morosi harus ditunda untuk menghindari adanya reaksi masyarakat, seperti yang terjadi beberapa waktu lalu atas kedatangan 49 TKA.

Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Sultra Muhammad Endang menegaskan, seluruh pimpinan DPRD siap membuat pernyataan resmi yang ikut ditandatangani Gubernur dan Forkopimda Sultra, guna meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) membatalkan kebijakan tersebut.

 

“Kami akan menggelar sidang paripurna untuk mengirim surat ke Presiden agar membatalkan rencana kebijakan izin kedatangan 500 TKA tersebut,” ujar Endang yang juga politisi Partai Demokrat Sultra itu.

Sebelumnya, perusahaan pemurnian nikel PT VDNI yang berada di Morosi sudah mendapat izin tersebut dari pemerintah pusat untuk mendatangkan TKA asal negara China pada tanggal 22 April lalu. Namun, kebijakan tersebut pun ditolak, karena suasana kebatinan masyarakat yang sedang menghadapi pandemi Covid-19.

 

Sensitivitas pemerintah

Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR Sukamta mengkritik pemerintah pusat yang dinilainya tak peka dengan perasaan masyarakat di tengah pandemi virus Covid-19 terkait rencana kedatangan 500 TKA asal China. Apalagi, saat ini banyak masyarakat yang di-PHK maupun dirumahkan oleh perusahan.

Menurutnya, terlepas dari para TKA China ini memegang visa kunjungan atau visa kerja, harusnya pemerintah pusat tidak menerima TKA China terlebih dahulu. Pemerintah pusat harusnya sensitif dengan perasaan dan kondisi masyarakat khususnya yang terdampak pandemi Covid-19 ini. Banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaan, karena aktivitasnya dibatasi.

“Kita tidak ingin eskalasi masalah ini meningkat, karena bisa menimbulkan ketegangan dan gesekan sosial. Kita ingin hindari itu,” ujar anggota Komisi I DPR itu, Kamis (30/4).

Wakil Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPR Saleh Partaonan Daulay, turut mengkritik pemerintah terkait hal ini. Ia menilai, pemerintah terkesan inferior atau rendah diri jika berurusan dengan investasi asal negeri Tirai Bambu tersebut.

“Pemerintah sangat inferior jika berhadapan dengan investor asal China. Terkadang, kelihatan Indonesia kurang berdaulat jika sedang memenuhi tuntutan para investor,” ujar Saleh.

Ia yakin, kedatangan mereka tentu akan menimbulkan polemik di daerah yang akan dituju. Sebab, saat ini pemerintah daerah sedang berusaha memutus mata rantai penyebaran virus Covid-19. “Tapi kok semakin diperdebatkan, malah tidak semakin menyusutkan langkah mereka untuk masuk ke Indonesia,” ujar Saleh.

Selain itu, kata dia, rencana datangnya 500 TKA asal China pasti akan menyinggung perasaan banyak warga Indonesia. Pasalnya, saat ini banyak warga Indonesia yang membutuhkan pekerjaan di tengah pandemi Covid-19 ini.

Saleh berharap, pemerintah mendengarkan dan memenuhi aspirasi DPRD, pemerintah provinsi, dan masyarakat Sulawesi Tenggara. “Apa yang disampaikan gubernur, DPRD provinsi, dan masyarakat itu murni sebagai aspirasi berkenaan dengan penanggulangan Covid-19,” ujar anggota Komisi IX DPR itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement