Rabu 29 Apr 2020 13:08 WIB

Garuda Indonesia Group Tunda Bayar Gaji 25.000 Karyawan

Garuda Indonesia Group juga memotong gaji dari level direksi hingga karyawan.

Red: Nur Aini
Garuda Indonesia
Foto: Republika/Wihdan
Garuda Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak 25.000 karyawan Garuda Indonesia Group terdampak penundaan gaji akibat dampak pandemi Covid-19.

“Garuda mempunyai kewajiban yang cukup besar. Ada masalah di Garuda sebagai induk perusahaan, pasti ada masalah di GMF AeroAsia perusahaan perawatan pesawat, ACS katering, dan Aerotrans. Ini magniture sampai 25.000 karyawan untuk penundaan ‘payment’,” kata Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra dalam rapat virtual Komisi VI DPR di Jakarta, Rabu (20/4).

Baca Juga

Namun, Irfan mengatakan masih akan menyalurkan tunjangan hari raya (THR) kepada karyawan, komisaris dan direksi.

“Kami melakukan efisiensi produksi dan penundaan pembayaran gaji karyawan, direksi, termasuk insentif tahunan dan tunjangan-tunjangan. Tapi, kami tetap ‘committed’ untuk membayarkan THR meski menteri BUMN sudah menginstruksi tidak bayar THR untuk direksi dan komisaris,” katanya.

Ia sebelumnya menjelaskan langkah pemotongan gaji pegawai tersebut diberlakukan untuk memastikan keberlanjutan usaha (business sustainability) perusahaan tetap terjaga di tengah tekanan kinerja industri penerbangan dunia yang disebabkan oleh pandemi Covid-19. Pemotongan gaji dilakukan secara proporsional mulai dari level direksi hingga staf, mulai dari 10 persen untuk level staf hingga 50 persen untuk direksi.

Rinciannya, direksi dan komisaris besaran persentase penghasilan yang ditunda 50 persen; vice president, captain, first officer, flight service manager 30 persen; senior manager 25 persen; flight attendant, expert, dan manager 20 persen; duty manager dan supervisor 15 persen; staff (analyst, officer atau setara) dan siswa 10 persen.

“Kebijakan ini kami ambil dengan pertimbangan yang sangat mendalam atas kondisi perusahaan saat ini yang kami percaya dapat dan akan terus bertahan melewati masa yang kurang menguntungkan bagi industri penerbangan, sehingga kembali siap dan mampu untuk kembali menjalankan layanan operasional secara optimal ke depannya,” kata Irfan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement