Rabu 29 Apr 2020 09:47 WIB

Idlib Suriah Hancur, tak Siap Hadapi Penyebaran Virus Corona

Petugas kesehatan di Idlib Suriah tidak siap menghadapi risiko penyebaran corona.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nur Aini
Seorang anak berjalan di dekat rumah yang hancur akibat serangan udara di kota Idlib, Suriah. (AP Photo/Felipe Dana)
Foto: AP
Seorang anak berjalan di dekat rumah yang hancur akibat serangan udara di kota Idlib, Suriah. (AP Photo/Felipe Dana)

REPUBLIKA.CO.ID, IDLIB -- Laporan Refugees International menyatakan kondisi Idlib, Suriah, yang akan makin parah saat virus corona menyebar hanya menunggu waktu tiba. "Idlib dikelilingi oleh daerah-daerah yang semuanya terkena virus corona. Walaupun ada penutupan penyeberangan, rute tetap dibuka untuk lalu lintas komersial sehingga risiko wabah virus tetap," kata penulis laporan Sahar Atrache dikutip dari Aljazirah.

Meskipun sulit untuk memprediksi secara tepat kapan kasus virus corona akan terkonfirmasi di Idlib, laporan Refugees International menyatakan petugas kesehatan sudah menyatakan tidak siap. Mereka akan sangat terpukul ketika virus corona menyebar dengan parah.

Baca Juga

Pemerintah Suriah yang berbasis di Damaskus telah melaporkan 43 kasus virus corona termasuk tiga kematian di daerah-daerah yang dikendalikan, Selasa (28/4). Kekhawatiran penyebaran di Idlib menjadi besar ketika rekomendasi para ahli tidak dijalankan.

"Tetap di rumah; sering mencuci tangan; menjaga jarak antarindividu; menyimpan makanan, obat-obatan, dan kebutuhan pokok lainnya; membersihkan dan mendesinfeksi permukaan," kata laporan tersebut menyatakan poin-poin rekomendasi itu bermasalah di Idlib.

Menurut laporan berjudul "A Crisis on Top of a Crisis: COVID-19 Looms over War-Ravaged Idlib", kamp informal menjadi tempat dengan situasi yang paling memprihatinkan. Ketika Covid-19 masuk, dengan kondisi kebersihan yang buruk, hal tersebut akan memperparah keadaan.

"Mengingat kondisi hidup di dalam provinsi, pencegahan dan deteksi dini pasien adalah beberapa strategi terbaik untuk menghindari wabah Covid-19 di Idlib," kata Atrache.

Dampak ekonomi dari pandemi juga akan memperburuk ekonomi Idlib yang sudah hancur karena perang bertahun-tahun. Menurut sumber yang dikutip laporan tersebut, banyak orang di Idlib tidak mampu tinggal di rumah.

Negara-negara yang biasanya memberikan bantuan telah mengalihkan upaya dan perhatian pada negaranya karena serangan pandemi. Padahal, krisis yang berada di Idlib tidak boleh dilupakan, terlebih mempertimbangkan warga sipil di provinsi itu telah dipindahkan antara lima dan 10 kali karena pemboman dan serangan pemerintah yang berulang.

Sejak Desember tahun lalu hingga awal Maret, terjadi peningkatan pertempuran pasukan Pemerintah Suriah yang didukung oleh Rusia dan Iran dengan pasukan oposisi yang didukung Turki. Sebanyak 80 rumah sakit tidak berfungsi akibat pertempuran dua pihak tersebut. Fasilitas yang berfungsi memiliki kapasitas sangat terbatas untuk memberikan perawatan intensif.

Sementara itu, sebagian besar dokter dan petugas layanan kesehatan yang tetap tinggal di daerah itu kelelahan dan kekurangan sumber daya. "Ada kekurangan dokter, perawat dan spesialis, dan beberapa dari mereka yang masih kekurangan pelatihan yang diperlukan," kata laporan itu.

Rumah sakit di seluruh provinsi memiliki kurang dari 100 ventilator, yang sangat penting untuk perawatan kasus penyakit parah. Sementara itu, semua ventilator yang ada sekarang ini sedang digunakan.

Gencatan senjata Rusia-Turki di kawasan itu telah membantu menjaga ketenangan sejak Maret tahun ini. Namun, kesepakatan baru-baru ini hampir tidak menjamin diakhirinya kekerasan dan dapat goyah.

Namun, Atrache melihat pandemi juga memiliki peran untuk menjaga ketenangan di wilayah tersebut. "Turki, Rusia, dan Iran semua berjuang untuk menahan penyebaran virus di dalam negeri," katanya sambil mengingatkan kemungkinan gencatan bisa berhenti ketika pandemi mereda. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement