Selasa 28 Apr 2020 14:20 WIB

Polri: Aktivis yang Mendapat Intimidasi Silakan Lapor

Polri membantah pihaknya melakukan intimidasi terhadap para aktivis.

Rep: Haura Hafizhah/ Red: Bayu Hermawan
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Argo Yuwono
Foto: Republika/Haura Hafizhah
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Argo Yuwono

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigjen Argo Yuwono mengatakan, tidak ada petugas kepolisian mengintimidasi aktivis-aktivis yang bersikap kritis terhadap pemerintah. Argo mengatakan, petugas kepolisian hanya melaksanakan tugas sesuai arahan dari pemerintah.

"Sepertinya tidak ada intimidasi ya terkait hal tersebut. Kami hanya melaksanakan tugas saja sesuai arahan," katanya saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (28/4).

Baca Juga

Argo menyarankan kepada para aktivis yang merasa mendapat intimidasi, teror hingga akun media sosialnya diretas, untuk melaporkan ke pihak kepolisian. "Silakan lapor ya. Nanti kami selidiki," ucapnya.

Sebelumnya diketahui, Sejumlah aktivis mengaku mengalami tindak intimidasi maupun upaya peretasan dalam beberapa bulan terakhir. Koalisi masyrakat sipil dari berbagai organisasi yang tergabung dalam Fraksi Rakyat Indonesia (FRI) menyebut hal ini sebagai kemunduran demokrasi.

Koalisi menyebut, setidaknya sejak Februari 2020 ada beberapa pola untuk memberangus suara kritis, baik yang dialamatkan kepada RUU omnibus law cipta kerja maupun lainnya, termasuk penanganan pandemi Covid-19. Koalisi menyebut empat pola, yakni intimidasi, peretasan, kriminalisasi, dan pengawasan.

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang merupakan bagian dari koalisi, Asfinawati, membenarkan hal tersebut. Ia menyebut berbagai aktivis dari lintas organisasi mengalami intimidasi dengan pola-pola itu. Bahkan, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) di daerah juga mengalami intimidasi.

"Percobaan peretasan iya, di salah satu LBH. Ada juga yang dipantau seperti LBH Medan," kata Asfinawati pada Republika.co.id, Senin (27/4) malam.

Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) juga sebagai salah satu pihak yang mengalami intimidasi. KASBI yang diketuai Nining Elitos merupakan salah satu organisasi buruh yang menggelar demo menolak omnibus law cipta kerja pada awal 2020. Pada 17 Februari lalu, terjadi pembakaran ban di markas KASBI, Cipinang Kebembem, Jakarta Timur.

"Itu betul. Sejak kami terus melakukan penolakan Omnibus law, kantor kami didemo dan terjadi pembakaran ban pas depan pintu gerbang," kata Nining Elitos saat dikonfirmasi Republika.co.id, Senin (27/4) malam. 

Teror, menurut dia, juga terjadi terhadap pengurus KASBI. Koalisi menyebut, peretasan juga menjadi jenis yang paling banyak memakan korban. Peretasan atau percobaan peretasan gawai dilakukan melalui akun media sosial maupun aplikasi pesan. Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan, Merah Johansyah, mengaku mengalami upaya peretasan.

"Ada percobaan peretasan pada Facebook saya kemarin," kata Merah Johansyah saat dikonfirmasi Republika.co.id, Senin malam. 

Jatam diketahui merupakan salah satu organisasi yang kerap mengkritik kebijakan pemerintah di bidang lingkungan. Di tingkat mahasiswa, Ketua BEM UI Fajar Adi Nugroho juga mengaku mengalami peretasan. Ia mengaku gawainya diretas. "Kebetulan yang saya alami berupa peretasan gawai," ujarnya.

Koalisi mencatat, masih banyak terjadinya upaya intimidasi terhadap aktivis, misalnya pada Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) yang kerap melontarkan kritik keras di bidang lingkungan kepada pemerintah. Walhi Yogyakarta bahkan sempat didatangi anggota polisi dan TNI.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement