Senin 27 Apr 2020 20:12 WIB

Latar Belakang Tokoh Tasawuf, Ibnu Arabi

Ibnu Arabi tumbuh besar di lingkungan keluarga sufi.

Ibnu Arabi
Foto: Wikipedia
Ibnu Arabi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ibnu Arabi (sering pula disebut Ibn ‘Araby) merupakan seorang pemikir besar yang kerap disandingkan dengan Hujjatul Islam Imam al-Ghazali. Sosok yang dijuluki "imam para filsuf sufi" ini lahir pada 17 Ramadhan 560 H/29 Juli 1165 M, di Kota Marsia, ibu kota Andalusia Timur (kini Spanyol).

Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Ali bin Abdullah bin Hatim. Semasa hidupnya, ia disapa Abu Bakar atau Abu Abdullah. Namun, belakangan masyarakat menyebutnya Ibnu ‘Araby Muhyiddin. Gelar lainnya adalah Syaikh al-Akbar.

Baca Juga

Ia tumbuh di lingkungan keluarga sufi. Ayahnya tergolong seorang ahli zuhud, sangat keras menentang hawa nafsu dan materialisme. Dalam keseharian, keluarga ini gemar menyandarkan kehidupan kepada Allah. Sikap demikian kelak ditanamkan kuat pada seluruh anggota keluarga--tak terkecuali Ibnu Arabi. Ibunya bernama Nurul Anshariyah.

Pada 568 H keluarga ini pindah dari Marsia ke Isybilia. Perpindahan inilah menjadi awal sejarah yang mengubah kehidupan intelektualisme 'Arabi kelak. Terjadi transformasi pengetahuan dan kepribadian Ibnu 'Arabi.

Kepribadian sufi, intelektualisme filosofis, fikih dan sastra. Karena itu, tidak heran jika ia kemudian dikenal bukan saja sebagai ahli dan pakar ilmu-ilmu Islam, tetapi juga mendalami bidang astrologi dan kosmologi.

Ibnu 'Arabi belajar pada banyak ulama, seperti Abu Bakr bin Muhammad bin Khalaf al-Lakhmy, Abul Qasim asy-Syarrath, dan Ahmad bin Abi Hamzah untuk pelajaran Alquran dan Qira'ahnya, serta kepada Ali bin Muhammad ibnul Haq al-Isybili, Ibnu Zarqun al-Anshary dan Abdul Mun'im al-Khazrajy, untuk masalah fikih dan hadis madzhab Imam Malik dan Ibnu Hazm Adz-Dzahiry. Bagaimanapun, ia sama sekali tidak bertaklid kepada mereka. Bahkan, ia sendiri menolak keras taklid.

Ibnu 'Arabi membangun metodologi orisinal dalam menafsirkan Alquran dan Sunnah yang berbeda dengan metode yang ditempuh para pendahulunya.

Hampir seluruh penafsirannya diwarnai penafsiran teosofik yang sangat cemerlang. "Kami menempuh metode pemahaman kalimat-kalimat yang ada itu dengan hati kosong dari kontemplasi pemikiran. Kami bermunajat dan dialog dengan Allah di atas hamparan adab, muraqabah, hudhur dan bersedia diri untuk menerima apa yang datang dari-Nya, sehingga Al-Haq benar-benar melimpahkan ajaran bagi kami untuk membuka tirai dan hakikat... dan semoga Allah memberikan pengetahuan kepada kalian semua..." papar Ibnu 'Arabi suatu kali.

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement