Senin 27 Apr 2020 15:21 WIB

Lindungi Pasar Domestik, Asosiasi Tekstil Minta Safeguard

Safeguard diperlukan agar barang impor tidak mudah masuk ke Indonesia

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Nidia Zuraya
Pabrik tekstil di Indonesia (Ilustrasi)
Foto: KBRI Roma
Pabrik tekstil di Indonesia (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) berharap bisa melindungi pasar domestik. Dengan begitu, ketika wabah Covid-19 di Tanah Air telah selesai, industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) di Tanah Air dapat bangkit kembali.

"Saat ini, garmen di Bangladesh,  India, dan Vietnam, rata-rata berhenti produksi. Jadi pas nanti kondisi normal garmen mereka bisa masuk Indonesia kalau Indonesia nggak lakukan proteksi," ujar Ketua Umum API Jemmy Kartiwa Sastraatmaja dalam rapat virtual bersama Komisi VI DPR, pada Senin, (27/4).

Baca Juga

Ia mengatakan, asosiasi sudah menyampaikan hal tersebut kepada Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag). Dengan harapan, saat ekonomi di dalam negeri sudah bergeliat, barang impor tidak mudah masuk ke Indonesia.

"Maka (industri TPT dalam negeri) yang tadinya orientasi ekspor bisa jual ke lokal. kalau pasar lokal nggak diproteksi, TPT bisa sulit bangkit, sementara cashflow hampir habis dan tetap wajib bayar gaji karyawan dan lainnya," tutur Jemmy. Ia berharap, pemerintah bisa melaksanakan safeguard garmen.

Wakil Ketua Umum API Chandra Setiawan menambahkan, penerapan safeguard atau anti dumping dibolehkan oleh Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Selama ini, kata dia, banyak aturan di dalam negeri yang lebih mengutamakan impor.

"Kita sudah punya kawasan berikat, pusat logistik berikat, jadi importasi kita banyak difasilitasi. Hanya saja kebijakan penggunaan produk dalam negeri belum ada, misal lebih murah pajaknya," jelas dia.

Chandra mengungkapkan, biaya sewa penjualan pakaian jadi di mall lebih murah bagi merek luar negeri, dibandingkan untuk produk dalam negeri. "Biaya sewa brand dalam negeri harga lebih mahal. Jadi banyak ketidaksinkronan," ujarnya.

Ia melanjutkan, sebelum wabah corona masuk ke Indonesia, utilisasi industri tekstil sudah sangat rendah. Sebab banyak yang melakukan pelanggaran impor tekstil.

"Maka saat sekarang ada corona, kita harap industri dalam negeri bisa mandiri, karena bahan baku tekstil dalam negeri memerlukan proses panjang. Dari petrochemical, benang, jadi kain, lalu pencelupan, lalu dijadikan garmen ini cukup panjang," tutur Chandra.

Maka menurutnya, bila impor bahan baku dipermudah, industri TPT hingga ke produsen benang akan terdampak terus. "Pada kondisi pandemi, industri dalam negeri harus jadi fokus utama kita," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement