Ahad 26 Apr 2020 22:23 WIB

Survei: Jepang Sulit Terapkan Sistem Kerja dari Rumah

Dalam banyak hal, Jepang justru memiliki warga yang gagap secara teknologi.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Andri Saubani
Seorang pria berjalan di distrik Asakusa yang kosong, Tokyo, Jepang, Senin (13/4). Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe mengumumkan keadaan darurat pekan lalu untuk Tokyo dan beberapa prefektur lainnya untuk meningkatkan pertahanan terhadap penyebaran virus corona. (ilustrasi)
Foto: AP / Eugene Hoshiko
Seorang pria berjalan di distrik Asakusa yang kosong, Tokyo, Jepang, Senin (13/4). Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe mengumumkan keadaan darurat pekan lalu untuk Tokyo dan beberapa prefektur lainnya untuk meningkatkan pertahanan terhadap penyebaran virus corona. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Pemerintah Jepang telah mengumumkan keadaan darurat untuk menghentikan penyebaran virus corona awal bulan ini dan meminta orang-orang untuk bekerja dari rumah. Pengumuman ini menggiring banyak orang bergegas ke toko-toko elektronik.

Banyak orang Jepang tidak memiliki perangkat elektronik dasar yang diperlukan untuk bekerja dari rumah. Berlawanan dengan citra ultramodern dengan robot, kecakapan desain, dan kelengkapan gawainya, dalam banyak hal negara ini justru memiliki warga yang gagap secara teknologi.

Baca Juga

Terlebih lagi, kendala yang lebih besar adalah budaya perusahaan Jepang. Kantor masih sering mengandalkan faks daripada surat elektronik (email). Banyak rumah tidak memiliki koneksi internet berkecepatan tinggi.

Dokumen seringkali harus dicap sendiri dengan segel berukir yang disebut "hanko", berfungsi sebagai tanda tangan. Begitu banyak orang Jepang yang benar-benar tidak dapat bekerja dari jarak jauh, setidaknya tidak setiap saat.

Sebuah survei oleh YouGov menemukan, hanya 18 persen dari warga yang disurvei dapat menghindari pergi ke sekolah atau bekerja, meskipun 80 persen orang di Jepang yang relatif tinggi takut terkena virus. Sedangkan di India, hampir 70 persen memilih tinggal di rumah dan di Amerika Serikat (AS) sekitar 30 persen.

Pelopor bekerja dari rumah di Jepang, Yuri Tazawa menyatakan, salah satu faktor adalah bahwa pekerja Jepang sering tidak memiliki pekerjaan yang jelas seperti yang dilakukan warga AS. Kondisi ini membuat perusahaan mengharapkan stafnya untuk selalu berkomunikasi satu sama lain, bekerja sebagai tim.

"Tapi ini adalah masalah hidup dan mati bagi para pekerja dan keluarga mereka. Kita perlu segera melakukan apa yang bisa kita lakukan sekarang," ujar Presiden Telework Management Inc.

Tazawa menawarkan kursus kilat daring tentang cara memulai bekerja dari rumah, hanya menggunakan ponsel, jika komputer pribadi tidak tersedia. Dia menyebut pendekatan itu sebagai, "hypothetical cloud office."

Tidak seperti rapat Zoom biasa, di mana pekerja masuk dan keluar untuk berdiskusi, Tazawa mengusulkan menggunakan Zoom hanya untuk koneksi suara. Fitur tersebut tetap aktif sepanjang hari kerja, sehingga karyawan yang biasanya berbagi kantor dapat merasakan seolah-olah mereka berada di ruangan yang sama.

"Teleworking sangat penting dalam perang melawan virus corona," kata Tazawa.

Beberapa perusahaan terbesar di Jepang, seperti Toyota Motor Corp dan Sony Corp, sudah mengumumkan kebijakan kerja dari rumah. Masalah utama adalah dengan usaha kecil dan menengah yang membentuk sekitar 70 persen dari ekonomi.

Pakar tata kelola perusahaan bekerja dari rumah, Nicholas Benes mengatakan, minat perusahaan kecil sangat rendah. Kurangnya sistem TI yang mutakhir membuat Jepang tertinggal dalam memelihara praktik kerja yang fleksibel, aturan kantor, metode manajemen, bahkan sikap terhadap pekerjaan jarak jauh.

"Bekerja dari rumah mensyaratkan bahwa manajer mempercayai dan mendelegasikan lebih banyak pengambilan keputusan kepada karyawan karena terlalu banyak waktu dalam surel atau Skype untuk diperiksa dengan bos," kata kepala Board Director Training Institute of Japan, perusahaan nirlaba yang menawarkan pelatihan manajemen dan tata kelola.

Benes menegaskan, perusahaan-perusahaan Jepang masih mengandalkan interaksi tatap muka. Poin lain yang memberatkan adalah penggunaan mesin faks dan menurut data pemerintah menyatakan, sepertiga rumah tangga di Jepang memiliki faks. Perusahaan Jepang menghindari surel dan bersikeras menerima permintaan informasi atau dokumentasi lain hanya melalui faks.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement