Ahad 26 Apr 2020 20:39 WIB

Indef: Pemerintah Perlu Perbaiki Data Penerima Bansos

Ada sentimen negatif dari publik terkait salah sasaran penyaluran bansos.

Pekerja mengemas paket bantuan sosial (bansos) di Gudang Food Station Cipinang, Jakarta, Rabu (22/4). (ilustrasi)
Foto: Prayogi/Republika
Pekerja mengemas paket bantuan sosial (bansos) di Gudang Food Station Cipinang, Jakarta, Rabu (22/4). (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga kajian ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai, pemerintah perlu memperbaiki data penerima jaring pengaman sosial untuk memperbaiki kepercayaan publik. Ada sentimen negatif dari publik terkait salah sasaran penyaluran bansos.

"Sebagian besar orang ekspektasinya tinggi saat pemerintah mengeluarkan kebijakan bansos, rata-rata komentar di  media sosial cukup positif. Tapi kemudian menuju ke sini mulai ada temuan-temuan di lapangan keluhan sehingga sentimennya menjadi negatif," ujar Wakil Direktur Indef Eko Listiyanto dalam diskusi daring di Jakarta, Ahad (26/4).

Baca Juga

Eko mengemukakan, berdasarkan hasil riset yang dilakukan Indef, ekspektasi awal masyarakat terhadap pemerintah dalam penanganan Covid-19 cukup tinggi. Namun, cenderung menurun ketika implementasinya relatif tidak merata.

Hasil riset big data mengenai perspektif publik di media sosial terhadap pemerintah terkait Covid-19 yang dilakukan Indef pada periode 27 Maret-9 April 2020 menyebutkan, perbincangan tentang jaring pengaman sosial menunjukkan sentimen negatif 56 persen dan sisanya 44 persen menunjukkan sentimen positif. Salah satu hal yang menjadi penilaian itu negatif, yakni pendataan penerima bansos yang tidak merata dan salah sasaran.

Eko mengatakan, akurasi data masih perlu diperbaiki untuk meminimalisir risiko salah sasaran bantuan sosial karena dapat memicu konflik sosial di level bawah.

"Itu bisa mungkin terjadi, terutama aparat atau birokrat dengan rakyat," katanya.

Selain itu, lanjut dia, dukungan ke sektor riil, khususnya industri yang terkena dampak juga harus dipercepat. Hal ini, untuk mencegah bertambahnya tingkat pengangguran.

Di sisi lain, kata Eko, pemerintah juga harus dapat memastikan relaksasi kredit berjalan lancar di lapangan. Terkait besaran stimulus penanganan COVID-19, Eko menilai, sudah cukup besar meski belum terbilang ideal.

"Belum ideal bangetlah kalau kita bandingkan dengan negara lain, tapi sebenarnya Rp450 triliun itu juga cukup besar untuk penanganan," katanya.

Dari total anggaran untuk Covid-19 itu, ia merinci sebanyak Rp75 triliun untuk anggaran bidang kesehatan, sebesar Rp110 triliun untk perlindungan sosial. Selanjutnya, Rp75,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat dan Rp150 triliun untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement