Muslim Kanada Bikin Majelis Taklim Virtual Selama Ramadhan

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Nashih Nashrullah

Ahad 26 Apr 2020 12:12 WIB

Majelis taklim virtual Muslim Kanada untuk cegah Covid-19. raPenampakan masjid Al Rashid Kanada terkini. Foto: muslimcanada.org Majelis taklim virtual Muslim Kanada untuk cegah Covid-19. raPenampakan masjid Al Rashid Kanada terkini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ramadhan kali ini berbeda bagi umat Islam. Sebab, wabah virus corona membuat Muslim tidak bisa beribadah di masjid dan juga menggelar pertemuan besar.

Karena kondisi wabah inilah, seorang warga di Provinsi Nova Scotia, Kanada, menciptakan kelompok dukungan virtual untuk membahas topik-topik tentang hikmah menjadi seorang Muslim yang tinggal di sana di abad ke-21. 

Baca Juga

Pendiri Progressive Muslim Support, Aisha Abawajy, mengataka Ramadahan bagi Muslim adalah momen berkumpul. 

Menurutnya, pada Ramadhan di masa lalu mereka kerap pergi ke rumah anggota keluarga lainnya dan berkumpul bersama teman-teman. Namun, wabah Covid-19 membuat keadaan berubah.

"Bulan suci adalah tentang komunitas, jadi selama pandemi global ini kita harus membayangkan kembali seperti apa Ramadhan itu dan bagaimana kita masih bisa bersama sementara di sisi lain harus tetap terpisah," kata Abawajy, dilansir di Global News, Ahad (26/4).

Di tengah pandemi ini, dia mengatakan bahwa kelompoknya akan bertemu melalui VideoChat setiap Jumat selepas shalat tarawih. Mereka akan membahas topik-topik seperti gender dan seksualitas, kesetaraan dan rasisme, serta sistem ekonomi Islam.

Dia mengatakan, ide untuk berkomunikasi secara virtual ini datang sehari sebelum Ramadhan, saat dia langsung membagikan idenya di laman Facebooknya. 

Saat itu, empat orang berpartisipasi dalam perkumpulan virtual pertama itu, dan 15 lainnya telah meminta untuk bergabung. 

Menurutnya, sebagian besar adalah Muslim muda yang masih mengenyam pendidikan di universitas atau yang baru lulus. 

Abawajy memang ingin menciptakan ruang yang aman bagi orang-orang membahas topik yang sulit atau tabu. "Saya menemukan banyak anak muda tidak berkumpul bersama karena tidak ada ruang yang melayani mereka," ujarnya.

Pada pertemuan virtual pertama, para peserta berbicara soal bagaimana mereka menjalani Ramadhan secara terpisah dan perasaan semua orang tentang hal itu. Sedangkan pekan depan akan berkumpul lagi untuk mengupas topik tentang perdamaian dan kedamaian batin, kedamaian di antara teman-teman, komunitas, dan di dunia.

"Untuk pekan depan, temanya adalah perdamaian, dan kami berbicara sedikit tentang bagaimana berbagai ayat dalam Alquran memiliki arti begitu banyak hal berbeda bagi orang yang berbeda pada waktu yang berbeda," katanya.

Abawajy mengatakan, penembakan massal yang terjadi di pedesaan Nova Scotia pada Sabtu lalu, yang diikuti alarm palsu, telah menyebabkan begitu banyak orang takut akan kehidupan mereka dan orang yang mereka cintai. Menurutnya, sulit untuk sendirian di saat seperti ini, apalagi Muslim juga berpuasa.

Karena itu, dia menyebut cara pertemuan daring ini adalah hal yang bagus agar mereka tetap tenang dan terhubung. Abawajy berharap bahwa dalam pertemuan virtual berikutnya para peserta akan dapat berbicara tentang dampak serangan terhadap mereka.