Ahad 26 Apr 2020 09:27 WIB

Hadapi Covid-19, Muhammadiyah Luncurkan Sikuvid dan Sikevid

Sikuvid dan Sikevid yang merupakan alat ukur kesehatan fisik dan pikis masyarakat

Wabah Covid19 telah menimbulkan dampak sosial, ekonomi dan psikologis bagi masyarakat di banyak negara. Mereka membutuhkan layanan psikologis terkait kejiawaan agar mampu melewati pandemi tersebut dengan baik. Tampak petugas masjid mendistribusikan sembako untuk warga di kawasan Petamburan, Jakarta, Jumat (17/4). Pembagian 370 paket sembako dari Masjid DKM Al Barakah dan Yayasan Said Naum itu diberikan untuk warga di sekitar masjid yang terdampak dari penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di tengah pandemi Corona (COVID-19)
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Wabah Covid19 telah menimbulkan dampak sosial, ekonomi dan psikologis bagi masyarakat di banyak negara. Mereka membutuhkan layanan psikologis terkait kejiawaan agar mampu melewati pandemi tersebut dengan baik. Tampak petugas masjid mendistribusikan sembako untuk warga di kawasan Petamburan, Jakarta, Jumat (17/4). Pembagian 370 paket sembako dari Masjid DKM Al Barakah dan Yayasan Said Naum itu diberikan untuk warga di sekitar masjid yang terdampak dari penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di tengah pandemi Corona (COVID-19)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA--Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) meluncurkan Senarai Perilaku Masa Pandemi Covid-19 (Sikuvid) dan Senarai Kecemasan Diri Masa Pandemi Covid-19 (Sikevid) sebagai alat untuk mengukur kondisi kesehatan fisik dan psikis masyarakat, Sabtu (25/4).  

Melalui MCCC, Muhammadiyah bergerak aktif dalam mengatasi pandemi Covid-19 yang saat ini sedang melanda Indonesia. Dibentuk pada tanggal 5 Maret 2020 oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof. Haedar Nashir, salah satu pelayanan yang dilakukan MCCC adalah Layanan Dukungan Psikososial (LDP) secara daring dengan melibatkan 60 Psikolog dari Perguruan Tinggi Muhammadiyah se-Indonesia dan jangkauan layanan dari Aceh sampai Papua. 

LDP sendiri diluncurkan pada 30 Maret 2020 dan pada tanggal 1 April 2020 LDP sudah mulai beroperasi. Model layanan yang dilakukan berupa konseling secara daring setiap Senin-Ahad dengan teknis seorang psikolog menangani seorang klien dalam durasi waktu 30 menit. Layanan ini dapat dilakukan hingga tiga kali konsultasi atau sesuai kebutuhan dan bersifat gratis. 

Hingga saat ini sudah ada 68 orang yang melakukan konsultasi ke LDP, dengan rincian 63 WNI dan 8 WNA. Mayoritas permasalahan yang dikonsultasikan terkait Covid-19 dan berdampak pada kondisi kejiwaan sehingga menyebabkan depresi bahkan ada yang ingin bunuh diri.

Menindaklanjuti hasil dari LDP tersebut maka kemudian diluncurkan Sikuvid dan Sikevid yang merupakan alat untuk mengukur kesehatan fisik dan pikis masyarakat. Alat ini berupa cheklist/senarai yang dapat digunakan oleh relawan secara fleksibel dan mandiri  dengan tetap menghormati etika profesi yang berlaku serta tidak harus diberikan oleh psikolog. 

Alat ini dibuat karena program preventif promotif dan kuratif yang muncul di lapangan untuk mengukur seberapa besar risiko masyarakat terpapar virus serta kondisi psikologis masyarakat. Alat ini juga dapat digunakan para relawan untuk memudahkan mereka memetakan kondisi masyarakat terkait risiko terpapar virus dan risiko kecemasan.

"Jika ditemukan indikasi risiko dan kecemasan tinggi maka kita akan bisa lakukan sisi kuratif dengan memberikan konseling bagi yang cemas tinggi serta segera merujuk kepada Puskesmas/RS terdekat bagi yang risiko tinggi terpapar virus. Ini sekaligus dapat menjadi inisiasi untuk melakukan preventif dan promotif di titik-titik mana yang dibutuhkan, sehingga akan dapat terpantau segera," ujar Ratna Setiyani S, M.Psi., Psikolog selaku Psikolog LDP MCCC. 

Sikuvid dan Sikevid ini disusun oleh Ratna Yunita Setiyani Subardjo, M.Psi., Psikolog yang merupakan Koordinator Layanan Dukungan Psikososial MCCC PP Muhammadiyah dan didukung oleh Budi Santoso, Dr. Ugung Dwi Ario W, M.Si., Psikolog UM Purwokerto, dengan melibatkan Professional Judgement (Elli Nur Hayati, M.PH., Ph.D., Psikolog (UAD), Lusi Nuryanti, M.Si., Ph.D., Psikolog (UMS), M. Salis Yuniardi, M.Psi., Ph.D., Psikolog (UM Malang)).

"Jika kami membuat skala uji coba sendiri kami butub waktu lebih lama, sehingga tentu tidak akan sesuai dengan tujuan semula karena masyarakat sudah menunggu adanya sebuah alat yang dapat dipakai oleh para relawan," katanya. 

Uji validitas dari Sikevid, menggunakan panduan PPDGJ dengan merujuk referensi Scully tentang tanda-tanda kecemasan. Sedangkan untuk item pertanyaan tetap mempertimbangkan favorabel dan unfavorable. Semuanya dibuat dengan prosedur ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement