Tradisi Ottoman: Sambut Ramadhan Dengan Bebaskan Utang

Red: Muhammad Subarkah

Ahad 26 Apr 2020 06:18 WIB

Suasana kesibukanperdagangan pada masa Ottoman. Foto: google.com Suasana kesibukanperdagangan pada masa Ottoman.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Uttiek M Panji Astuti, Penulis dan Traveller

Sebuah berita menarik dilansir laman 'The National',  Rabu (22/4). Diberitakan Presiden Uni Emirat Arab (UEA), Sheikh Khalifa melunasi utang para tahanan dan membebaskan mereka.  Mereka yang dibebaskan adalah para tahanan yang terjerat masalah keuangan atau utang. Dan telah menunjukkan kelakuan baik selama menjalani masa penahanan.

Hal ini dilakukan Sheikh Khalifa sebagai wujud penghormatan dalam semangat menyambut datangnya bulan suci Ramadhan. MasyaAllah.

Berita seperti ini menjadi angin sejuk di tengah keprihatinan dunia dalam menyambut Ramadhan tahun ini yang masih berada di tengah badai pandemi. Di setiap Ramadhan, UEA selalu membuat berita yang menunjukkan wajah Islam yang sesungguhnya, dengan segala kemurahan hatinya.

Kalau masih ingat, sebuah video sempat viral Ramadhan tahun lalu. Bagaimana mereka menyiapkan ribuan boks hidangan buka puasa yang dibagikan setiap hari. Ratusan kilo daging, beras, sayur, buah, dimasak oleh para chef bintang lima di dapur raksasa yang dipersiapkan khusus untuk kebutuhan itu.

Hidangan hangat, fresh dan sudah pasti lezat dibagikan untuk siapa saja yang membutuhkan. Terutama para pekerja migran dari Asia Selatan.

Osmanlı'da Ramazan gelenekleri

Jauh sebelum itu, Daulah Utsmani juga memiliki tradisi serupa. Namanya Zimem Defteri alias buku utang. Menjalang Ramadhan, orang-orang kaya akan datang ke toko-koto kelontong, pasar, atau tempat-tempat lainnya untuk melunasi utang siapa saja. Sekalipun orang-orang itu tak dikenalnya.

Mereka akan meminta buku catatan utang yang dimiliki para pedagang, lalu melihat berapa jumlah yang harus dibayar dan menyerahkan sekantung uang. Disertai pesan, “Katakan padaku kalau masih ada lagi yang lainnya.”

Selama bulan Ramadhan, orang-orang akan membuka pintu rumahnya. Mereka mengundang siapa saja untuk makan sahur atau berbuka bersama.

Tak hanya untuk orang-orang yang tak mampu atau para musyafir. Bahkan orang-orang asing dan non Muslim sekalipun akan mereka jamu di rumahnya sebagai bentuk penghormatan pada bulan Ramadhan.

Jaminan keamanan untuk masyarakat non Muslim ini tercatat dengan tinta emas dalam sejarah. Bahkan secara khusus, Sultan memerintahkan menerbitkan semacam surat yang disebut 'Tembihname'. Surat yang ditujukan bagi orang asing dan non Muslim ini isinya tentang keistimewaan Ramadhan dan bagaimana seharusnya berperilaku di bulan suci ini.

Mereka yang menerima akan merasa terhormat dan dihargai. Sehingga tak ada salah paham atau gesekan yang disebabkan ketidakpahaman pada syariat puasa bagi mereka yang tidak menjalankannya.

Menyambut Ramadhan dengan membagikan makanan bagi siapa saja dan membebaskan utang saudara-saudara kita tentu sangat diharapkan pada situasi seperti sekarang ini. Bukankah mereka yang terlilit utang menjadi bagian dari 8 golongan yang berhak mendapatkan zakat?

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, amil zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang terlilit utang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan.” [QS. At Taubah: 60].