Sabtu 25 Apr 2020 07:00 WIB

'Kalau China Buat Vaksin COVID-19, Apa Kita Harus Menolak?'

'Kalau China Buat Vaksin COVID-19, Apa Kita Harus Menolak?'

Red:
Tes corona (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com
Tes corona (ilustrasi).

Mantan menteri luar negeri Amerika Serikat, Madeleine Albright mendesak negara-negara di dunia untuk bersatu melawan virus corona dan melakukan upaya pembangunan kembali setelah pandemi ke depannya.

Albright memuji upaya Australia dalam mengatasi COVID-19, terutama kerjasama antara pemerintah federal dengan negara bagian. Ia menyebutkan cara seperti itu baru terlihat di Amerika Serikat.

"Saya lihat yang jadi masalah yaitu terjadinya politisasi atas isu ini [di Amerika Serikat], sikap tidak mau bertanggung jawab dan justru menyalahkan pihak lain," katanya dalam wawancara dengan program Radio Nasional ABC.

"Saya salut dengan Australia, kalian telah menangani masalah ini dengan sangat baik. Sayangnya kami (di AS) tidak mengambil keputusan lebih awal," kata Albright.

Albright yang pernah memegang posisi penting dalam Pemerintahan Bill Clinton serta Dubes AS untuk PBB mengatakan situasi sulit justru membutuhkan kerjasama, termasuk dengan China.

"Kita tidak bisa hanya memutuskan bahwa hal ini akhir dari segalanya. Kita harus mengubah cara kita bekerja serta menyadari adanya keterkaitan dengan negara lain," katanya.

"Kita menyalahkan kepada China atas apa yang terjadi. Tapi kita ini bahkan tergantung pada masker yang mereka buat," tambahnya.

"Kalau China berhasil membuat vaksin (COVID-19), apakah kita akan menolaknya?" tanya Albright.

Setelah respons ceroboh Amerika Serikat sendiri, Presiden Donald Trump lantas menyalahkan China, menghentikan dana untuk Organisasi Kesehatan Dunia WHO, dan bertekad menghentikan migrasi ke AS.

Sejumlah politisi Australia pun juga turut dalam pertikaian ini. China telah menuduh Menteri Dalam Negeri Australia, Peter Dutton sebagai juru bicara AS dalam "perang propaganda" dengan China.

Albright mengatakan jika dia yang memimpin Departemen Luar Negeri AS sekarang, maka saran yang akan disampaikan ke Gedung Putih akan sangat berbeda.

"Tidak perlu seorang jenius untuk mengetahui perubahan iklim mempengaruhi semua orang, atau proliferasi nuklir, atau pandemi. Makanya diplomasi digunakan untuk mengembangkan kemitraan dan bekerja sama," jelasnya.

Australia lobi penyelidikan pandemi

 

Pekan ini, Perdana Menteri Australia Scott Morrison berusaha membangun koalisi internasional untuk memberikan kewenangan lebih besar kepada Organisasi Kesehatan Dunia WHO atau badan lain, yang setara dengan kewenangan badan pemeriksa senjata nuklir.

PM Morrison telah mengajukan usulan ini kepada sejumlah pemimpin dunia dalam beberapa hari terakhir, termasuk Presiden Trump, Kanselir Jerman Angela Merkel dan Presiden Prancis Emmanuel Macron.

Australia bertekad untuk memastikan pelajaran dari COVID-19 jangan sampai dilupakan.

Sejauh ini, sudah lebih dari 2,5 juta orang terinfeksi COVID-19 dan sekitar 177.500 meninggal dunia.

Sejumlah negara menuding China bukan hanya meremehkan virus corona pada tahap awal, tapi juga memiliki pengaruh yang tak semestinya terhadap WHO.

Tudingan ini didasarkan atas kelambanan WHO menyatakan pandemi global yang baru diumumkan pada 11 Maret 2020.

Dua minggu sebelumnya, Australia justru sudah menyatakannya sebagai pandemi.

"Tindakan yang diambil oleh Pemerintah Australia, termasuk berhasil mendahului Organisasi Kesehatan Dunia, atas saran dari Dr Murphy," ujar PM Morrison pada 27 Februari.

Saran dimaksud itu berasa dari Pejabat Medis Tertingi Australia, Profesor Brendan Murphy yang secara tegas mendesak perlunya VOCID-19 dinyataan sebagai pandemi.

 

Pemerintah Australia berpandangan untuk memahami dan menekan penyebaran penyakit di masa depan, dunia membutuhkan akses tak terbatas ke data dan informasi medis.

Salah satu hambatan WHO yang didirikan pada tahun 1948, yaitu bahwa pejabat-pejabat internasional harus diundang terlebih dahulu oleh suatu negara diizinkan untuk melakukan penyelidikan.

Pemerintah Australia meragukan upaya mereformasi WHO, karena adanya hak veto pada masing-masing 194 negara anggotanya.

Hal itulah yang melatarbelakangi dorongan dari Pemerintah Australia untuk membentuk badan pengawas kesehatan dunia yang baru.

Sejauh ini, Presiden Prancis telah secara terbuka menanggapi seruan PM Morrison untuk penyelidikan pandemi.

Menurut sumber yang dikutip kantor berita Reuters, Presiden Macron menyampaikan kepada PM Morrison jika sekarang belum waktunya untuk penyelidikan semacam itu.

Pasalnya, kata sumber itu, Presiden Macron melihat yang lebih mendesak adalah bertindak serempak dan bukannya mencari siapa yang bersalah.

"Dia mengatakan setuju bahwa memang ada sejumlah di tahap awal. Tapi yang lebih mendesak kerjasama, sehingga tidak ada waktu untuk membicarakan hal ini," katanya.

Ikuti perkembangan terkini soal pandemi virus corona di Australia hanya di ABC Indonesia

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement