Jumat 24 Apr 2020 05:11 WIB
Rhoma Irama

Dangdut Dan Oma Irama Yang Tak Terbayangkan

Kisah perubahan dangdut dari musik kampungan

Diskusi tentang musik rock dan dangdut di tahun 1970-an.
Foto: Buyunk Aaktuil.
Diskusi tentang musik rock dan dangdut di tahun 1970-an.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhammad Subarkah, Jurnalis Republika

Melihat tayangan televisi di mana Oma Irama (Rhoma Irama) menyanyi dengan lirik berbahasa Inggris tentang pandemi Corona, membuat tercenung. Apa gerangan? Dangdut yang sebelum tahun 70-an disebut musik kampungan kini benar-benar melibas batas. Rhoma tetap menjadi raja tak tergantikan.

Dengan menyanyi dengan lirik Inggris, dia seperti menantang generasi muda yang berkecimpung di dangdut melakukan hal sama: berani bernyanyi dengan lirik Inggris yang utuh. Bukan sekedar dicuplik untuk gaya-gayaan ala omongan 'tuan kebun' zaman Kompeni. Apalagi sebelumnya Rhoma Irama menyanyikan lagu hits milik Lionel Richie  yang hits di awal dekade 80-an: Hello. Dia menyanyikan lagu itu pada sebuah ajang pencarian bakat menyanyi di sebuah televisi swasta.

Oma dengan fasih menyanyikan lagu itu:

'Cause you know just what to say


And you know just what to do


And I want to tell you so much
I love you....

 

Dengan Oma menyanyikan lagu itu (dan lagu Corona bersyair inggris) di televisi ini makin mengukuhkan adanya proses sosial yang sangat panjang bagi dangdut. Dia terus melakukan periubahan secara terus menerus denan gayanya sendiri. Bayang-bayang pertarungan imaji antara penggemar musik rock dan dangdut telah sirna. Jejaknya tinggal sekedar kisah.

Jejak ‘perasaingan’ musik dangdut dan rock yang kini sempat diakui oleh mantan anggota grup musik ‘Giant Step’ yang kini jadi birokrat. Dia mengaku persaingan panas itu sebenarnya hanya sekedar ‘gimmick’, misalnya ada dalam arsip jurnalis senior majalah ‘Aktuil’, Buyunk Aktuil. Dalam laman facebooknya, dia sempat mengunggah arsip soal diskusi yang salah satu di antaranya perlahan meluluhkan persaingan panas antara penggemar rock dan dangdut kala itu.

Berita soal diskusi tersebut begini selengkapnya:

“Ini diskusi sal Rock VS dandgut edisi kedua di tahun 1976...ROCK VS DHANGDUT BAGIAN KE II."MASIH GOMBAL".
Diskusi musik Rock vs Dhangdut yanmg dihadiri Dr Soedjoko,Wandi ODALF, Denny Sabri,Remy Sylado,Benny Soebardja,Leo Kristi dll, semula berjalan lamban mulai menggeliat setelah Remy buka suara.

 "Sebetulnya gua datang ke diskusi ini sebagai penonton saja, mau tahu apa sih yang sebenarnya terjadi sehingga Benny berani-beraninya meremehkan musik dhangdut.".



Benny berkelit dengan menceritakan mengapa ia memilih musik rocl sebagai warna musik Giant Step."Karena saya suka musik keras!".Gitaris Giant Step itu menyebut-nyebut ambisinya untuk membawa musik garapannya keluar negeri."Oleh karena itu hampir semua lagu-lagu Giant Step saya buat dalam bahasa Inggeris,supaya mudah diserap oleh penikmat lagu-lagu barat".



Remy menimpali dirinya kurang setuju memasarkan musik karya anak bangsa keluar negeri dengan bahasa Inggeris pada lyrikl-lyrknya: "Pakai bahasa Indonesia saja masih gombal!.Apa lagi pakai bahasa Inggeris. ini sok-sok'an saja".



Denny Sabri menengahi dengan menjelaskan bahwa banyak penyanyi dan grup di Jepang yang membuat lagu-lagunya dalam bahasanya sendiri dan mereka berhasil masuk dalam daftar tangga lagu-lagu  di Eropa walaupun lagu-lagunya nya berbahasa Jepang.

"Menurut saya tidak perlu harus memakai bahasa Inggeris,kalau musiknya bagus enak didengar pasti bisa diterima".kata Denny.



Pandangan Denny ditanggapi Leo Kristi. Dia berkata: "Sebaiknya gunakan bahasa Indonesia,kalau sudah yakin bisa diterima barulah lyriknya di rubah ke bahasa Inggeris.Dan yang paling utama adalah 'nation pride',kita harus bangga dengan bahasa Indonesia. Kenapa harus berambisi mencari popularitas di luar negeri, ementara di negeri sendiri belum banyak yang tahu model apa sih lagu-lagunya".



Benny langsung terdiam.Remy pun kembali bertanya "Ini diskusi lagu rock Indonesia berbahasa Inggris atau Rock vs Dhangdut? Sebelum ngawur gak karuan,lebih baik panelis kembali kepermasalahannya". Hadirin riuh menyambutnya.

                           *****


Nah, bercermin dari kisah di atas, terhadap pelajaran hidup betapa dangdut kini telah melangkah sangat jauh. Bahkan blsa disebut langkahnya melebihi musik rock yang dulu dijadikan ‘gimmick’ perseteruan. Lihat misalnya sampai kini ajang dangdut tetao eksis malah makin semarak di layar televisi dan terus saja eksis di berbagai stasiun radio.

Dangdut berevolusi dan terus maju dengan tak lagi sibuk dengan goyang ‘semi porno’ yang sempat muncul dan menggila di awal tahun 2000-an. Dangdut kini kembali mengandalkan kemampuan bernyanyi, bukan lagi kemampuan ala menari cabul bergoyang-goyang tak karuan. Mendiang Ketua PB NU, KH Hasyim Muzadi, menyebut seperti orang kesurupan.

Pada sosok Rhoma Irama itulah dangdut tanpa sadar menjadi tempat bersandarnya. Ini kisah pencapaian yang luar biasa. Dangdut bahkan bisa disebut sebagai musik atau hasil budaya Indonesia. Ini karena mereka terus konsekuen menggunakan bahasa Indonesia, sehingga penggemarnya bukan hanya khusus dari etnis tertentu di Indonesia.

Apalagi sebuah survei independen 'Asian Globe' mengatakan penggemar terbesar musik Indonesia adalah dangdut dengan sosoknya Oma Irama yang tingkat populernya sampai mencapai angka lebih dari 25 juta orang. Sementara penggemar Iwan Fals dengan OI hanya 6 juta. Dan Slank dengan Slankersnya hanya 4 Juta.

Bravo dangdut,,,! Bravo Rhoma Irama...Bravo Indonesia

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement