Kamis 23 Apr 2020 19:08 WIB

Pakar: Indonesia Hadapi Ketidakpastian Distribusi Pangan

Pemenuhan tiga komiditas pangan nasional masih ditopang oleh impor.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Pasar tradisional
Foto: Musiron
Pasar tradisional

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Pertanian sekaligus Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Arif Satria mengatakan bahwa sektor pangan nasional tengah menghadapi ketidakpastian distribusi. Ketidakpastian itu terjadi lantaran dampak dari penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Arif mengatakan, situasi tersebut kemungkinan akan terjadi hingga bulan Agustus 2020 mendatang. "Isunya adalah ketidakpastian distribusi dan produksi. Produksi saya yakin pemerintah sudah memastikan sampai bulan Agustus, jadi yang belum pasti dari sisi distribusi pangan," kata Arif dalam sebuah diskusi online, Kamis (23/4).

Baca Juga

Ia mengatakan, persediaan stok dari 11 komoditas pangan pokok diyakini mencukupi kebutuhan nasional. Hanya terdapat tiga komoditas yang pemenuhannya masih ditopang oleh impor, yakni bawang putih, gula, dan daging sapi.

IPB sendiri, kata Arif, telah membina sebanyak 53 desa yang menjadi sumber produksi komoditas pangan pokok. Para petani yang terdapat di desa dikoneksikan dengan marketplace dan dibukakan akses untuk merintis pemasaran secara daring untuk memudahkan akses masyarakat terhadap pangan.

Hanya saja, kata Arif, 53 desa tersebut belum cukup untuk bisa diberdayakan dalam menopang kebutuhan pangan nasional. Di satu sisi, pembelian komoditas secara daring juga belum mengatasi masalah secara komprehensif. Sebab, harga menjadi lebih mahal lantaran terdapat tambahan biaya ongkos kirim.

"Ini hanya menyelesaikan problem masyarakat menengah ke atas, tapi menengah ke bawah masih serius. Apalagi, 2/3 masyarakat masih belanja ke pasar tradisional," kata dia.

Pada situasi seperti ini, kepastian distribusi pangan dari petani hingga ke tangan konsumen amat penting. Sebab, gangguan yang ada bisa membuat produksi petani tidak tersalurkan sehingga akan terjadi penumpukan dan kejatuhan harga.

Dampak akhir, petani merugi dan tidak memiliki modal yang cukup untuk melakukan kegiatan pertanaman pada musim selanjutnya. "Kalau masalah distribusinya tidak terpecahkan, maka harga jatuh, untung tidak ada. Lalu, bagaimana dia bisa punya modal cukup untuk musim tanam selanjutnya?" kata Arif.

Oleh karenanya, pemerintah harus mengambil langkah dan kebijakan yang cepat dan tepat untuk mengantisipasi masalah ketidakpastian distribusi. Khususnya, untuk komoditas hortikultura dan perikanan yang saat ini belum memiliki sistem logistik yang baik.

Di sisi lain, pihaknya mendorong agar pemerintah memberikan stimulus bagi petani yang secara konkret membantu petani untuk bisa terus melakukan kegiatan pertanaman. "Menyelamatkan petani sama dengan menyelamatkan desa. Kalau kota terjangkut Covid-19 akan ada masalah ekonomi, tapi kalau desa sudah kena, ini soal kehidupan," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement