Efek Ibadah Ramadhan untuk Otak dan Perilaku Menurut Medis

Red: Nashih Nashrullah

Kamis 23 Apr 2020 11:46 WIB

Beragam ibadah Ramadhan berefek pada otak dan perilaku manusia.  Ilustrasi Ramadhan Foto: Pixabay Beragam ibadah Ramadhan berefek pada otak dan perilaku manusia. Ilustrasi Ramadhan

REPUBLIKA.CO.ID, *Oleh Badrul Munir 

Misteri tentang otak manusia dalam beberapa dekade terakhir ini sedikit banyak mulai terungkap. Penelitian para ahli neurosains dan penemuan beberapa alat kedokteran canggih membantu menguak tabir misteri tentang otak manusia. Namun, semakin terkuak tabir misteri, semakin muncul misteri baru, dan sangat menantang untuk diteliti dan dicari jawabannya.

Baca Juga

Penemuan beberapa neurotransmiter (zat kimia otak) dan penemuan alat diagnostik radiologi canggih mulai menemukan jawaban tentang perilaku manusia bila dihubungkan dengan kerja otak manusia.

Fungsi utama otak manusia yang sangat mengagumkan dan sekaligus yang membedakan dengan mahluk hidup lain adalah kemampuan otak menjalankan fungsi luhur (high cortical function), yakni di antaranya, berperilaku, berbahasa (berkomunikasi), berpikir (kognisi), memori, analisis, dan lainnya.

Ilmuwan neurosains dunia memberi perhatian khusus tentang otak dan perilaku manusia dengan pendekatan teori neuroplastisiti, neurogenesis, dan neurokompensasi.

Ketiga teori ini menggungkapkan, sel otak bisa “berubah” sifat dan fungsinya sesuai dengan paparan yang diterima secara berulang dan terus-menerus. Bila paparan bersifat positif, akan terbentuk “sirkuit positif”, dan bila paparan bersifat negatif, akan terbentuk “sirkuit  negatif”.

Puasa pada Ramadhan melatih kita untuk mengaktifkan otak dengan cara memberi stimulus kepada otak agar berperilaku sesuai fitrah manusia. Dalam syariat berpuasa, selain mencegah hal yang membatalkan puasa seperti makan, minum, dan hubungan seks di siang hari, juga dianjurkan banyak melakukan amalan saleh. Justru dengan amal saleh tersebut hakikat puasa dilaksanakan.

Beberapa amalan saleh yang dicontohkan Rasulullah SAW mengandung faidah luar biasa: sholat malam, membaca Alquran, membantu kesulitan orang lain, infak-sedekah, dan amalan saleh sosial lainnya, bukan hanya dilipatgandakan pahalanya. Namun, juga mengandung manfaat kesehatan bagi orang yang mengerjakannya. Begitu juga larangan berbuat tidak baik (fahsya’-mungkar) terdapat faidah luar biasa.

Sebuah penelitian dilakukan terhadap anak sekolah di Amerika Serikat. Setiap anak sekolah diberi uang saku cukup banyak. Saat diberi uang, otaknya diperiksa dengan alat radiologi canggih yang bernama MR Spectometri. Tampak area otak yang menjadi pusat senang-bahagia (nukleus accumban) yang mengalami ekskalasi listrik dan didapat neurotransmiter dopamin dan serotonin (zat kimia otak yang menyebabkan rasa bahagia).

Setelah diberi uang saku, para murid diberi kebebasan untuk membelanjakannya, boleh untuk membeli makanan/mainan, atau boleh diberikan kepada orang lain yang membutuhkan. Sesaat setelah membelanjakan, dilakukan pemeriksaan MR spectometri ulang.

Ternyata didapat hasil  menakjubkan, kelompok anak yang menggunakan uang saku untuk membantu orang yang membutuhkan, mengalami ekskalasi listrik lagi di nuklues accumban, sedangkan kelompok lainnya tidak. Artinya, membantu orang lain (bersedekah) ternyata memberikan rasa bahagia bagi yang mengerjakannya.

photo
Sedekah (ilustrasi) - (Tahta Aidilla/Republika)

Berbohong, marah, bertengkar, menipu (apalagi korupsi), dan perbuatan jahat lainnya juga sangat dilarang selama Ramadhan. Sebuah penelitian tentang orang yang berdusta, kemudian dilakukan pemeriksaan respons otak terhadap dusta tersebut. Saat berdusta, ternyata dikeluarkan neurotransmiter sangat banyak di daerah limbik (daerah yang mengatur emosi), dan sifat neurotransmiter ini “merusak” dan memengaruhi sistem tubuh lainnya secara negatif.

Akibatnya, jantung berdetak kencang, tensi naik, dan napas tersengal. Kondisi ini bila berulang dan dalam jangka lama tidak baik bagi kualitas pembuluh darah manusia (sel endotel) sehingga berisiko timbulnya beberapa penyakit seperti stroke, jantung koroner, dan lainnya.

Menjaga pandangan mata dari hal yang diharamkan juga sangat menakjubkan. Ternyata memori manusia lebih banyak diisi dari stimulus penglihatan bila dibanding stimulus pancaindra lainnya. Serabut saraf penglihatan yang berjumlah miliaran sel otak berada di otak sebelah belakang (lobus occipitalis) akan langsung terhubung dengan area memori (area hipokampus dan amigdala).

Bila stimulus terus didapat dan berulang, akan terjadi memori permanen sehingga sangat dianjurkan memandang sesuatu yang positif dan menghindari pandangan negatif. Dan betapa Islam sangat menekankan pentingnya menahan pandangan (ghodhul bashar) dalam rangka memberi memori yang baik di otak kita.

Karena memori itulah yang menjadi dasar perilaku seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Artinya, bila memori yang terkandung berisi negatif (memori porno, dusta, korupsi), akan terbentuk perilaku negatif. Sebaliknya, bila memori yang tersimpan adalah memori positif, akan terbentuk perilaku positif.

Sholat malam (Tarawih) bila ditinjau dari ilmu neurosains juga menunjukkan hasil menakjubkan. Bila seseorang rajin sholat malam, akan dikeluarkan neurotransmiter yang menstimulus turunnya hormon kortisol. Akibatnya, daya tahan tubuh membaik dan pikiran lebih tenang dibanding yang tidak rajin sholat malam.

Dan masih banyak amalan saleh lain yang bisa dibuktikan ilmiah yang harus dilakukan selama Ramadhan. Harapannya, amalan selama satu bulan ini memberi paparan positif ke otak sehingga terbentuk “sirkuit baru” yang bersifat fitrah dan akhirnya berperilaku takwa, sebagaimana tujuan perintah berpuasa dalam Alquran: “Laallakum tattaquun” (supaya kamu bertakwa). 

Dokter Spesialis Saraf, Dosen FK Universitas Brawijaya Malang