Kamis 23 Apr 2020 09:20 WIB

Sebanyak 7,6 Juta Orang Sudah Daftar Kartu Prakerja

Angka lebih dari 7 juta user membuktikan antusiasme masyarakat yang tinggi.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Agus Yulianto
Napi asimilasi dapat kartu prakerja dari gubernur Lampung, Jumat (17/4).
Foto: dok. Diskominfotik Lampung
Napi asimilasi dapat kartu prakerja dari gubernur Lampung, Jumat (17/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Manajemen Pelaksana (Project Management Officer/ PMO) Kartu Prakerja mencatat, sudah lebih dari 7 juta orang mendaftarkan dalam program Kartu Prakerja. Sebanyak 1,04 juta di antaranya baru bergabung dalam pendaftaran gelombang kedua yang akan ditutup Kamis (23/4) pukul 16.00 WIB.

Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja Denni Puspa Purbasari mengaku berbangga dengan pencapaian tersebut. Menurutnya, angka lebih dari 7 juta user membuktikan antusiasme masyarakat yang tinggi.

Selain itu, pemerintah dapat menciptakan sebuah mekanisme pendaftaran yang inklusif dan accesable. "Ini merefleksikan animo dari masyarakat, ditambah kemudahan untuk mendaftar," tuturnya dalam teleconference dengan jurnalis, Rabu (22/4).

Tapi, Denni mengakui, masih banyak pekerjaan rumah bagi PMO. Salah satunya memproses dan verifikasi kembali data peserta Kartu Prakerja. Poin ini juga yang sempat menyebabkan pengumuman peserta gelombang pertama mundur dari Jumat (17/4) menjadi Selasa (21/4).

Pada gelombang pertama, PMO Prakerja sudah menentukan 168.111 peserta yang resmi akan mengikuti pelatihan per Kamis (23/4). PMO pun telah mentransfer senilai Rp 3,55 juta ke virtual account tiap peserta sebagai bantuan pembelian pelatihan dan insentif.

Denni memastikan, PMO berupaya maksimal agar tidak terjadi kesalahan. "Ada backlog ini itu yang kami berusaha selesaikan satu per satu," ujarnya.

Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan, dan Daya Saing Koperasi dan UKM Kemenko Perekonomian Mohammad Rudy Salahuddin menjelaskan, Kartu Prakerja bisa menjadi semacam alat atau metode untuk mengidentifikasi kelompok penerima bantuan sosial baru.

Selama ini, pemerintah masih fokus memberikan bantuan sosial pada 25 persen masyarakat terbawah yang dilihat berdasarkan aset. Sedangkan, masih ada kelompok baru yang tidak punya cukup uang seiring tekanan ekonomi akibat Covid-19.

"Mungkin bulan lalu masih bisa hidup, namun dalam satu minggu terakhir, mereka tidak punya uang cukup untuk hidup ke depan," kata Rudy. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement