Kamis 23 Apr 2020 07:53 WIB

Bawaslu: Tren Pelanggaran Netralitas ASN Naik

Kasus tertinggi pelanggaran para abdi negara terjadi di Sulawesi Tenggara.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Muhammad Fakhruddin
KASN meminta penundaan Pilkada 2020 jangan menjadi perpanjangan waktu pelanggaran netralitas.
Foto: doc humas KASN
KASN meminta penundaan Pilkada 2020 jangan menjadi perpanjangan waktu pelanggaran netralitas.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI telah memeriksa 368 kasus dugaan pelanggaran netralitas aparatur sipil negara (ASN) per 18 April 2020. Menurut Anggota Bawaslu RI, Ratna Dewi Pettalolo, tren pelanggaran netralitasi ASN mengalami kenaikan.

"Ini menunjukkan tren pelanggaran selalu mengalami kenaikan," ujar Dewi yang juga Koordinator Divisi Penindakan Bawaslu dalam keterangan tertulisnya, Rabu (22/4).

Ia merinci dari total kasus dugaan pelanggaran netralitas ASN tersebut, sebanyak 39 kasus dihentikan, lima kasus dalam proses pemeriksaan, dan 324 kasus telah direkomendasikan ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Kasus tertinggi dugaan pelanggaran netralitas ASN terjadi di Maluku Utara dengan 49 kasus.

Kemudian kasus tertinggi pelanggaran para abdi negara terjadi di Sulawesi Tenggara dengan 44 kasus, Nusa Tenggara Barat 39 kasus, Sulawesi Tengah 32 kasus, Sulawesi Selatan 32 kasus. Sedangkan, Provinsi Bangka Belitung, Bengkulu, Riau, Sumatera Selatan, Bali, Papua Barat, Maluku dan Kalimantan Utara, belum ditemukan kasus dugaan pelanggaran netralitas ASN.

Dewi mengatakan, tindakan paling banyak yang dilanggar ASN adalah memberikan dukungan melalui media sosial atau media massa dengan 112 kasus. Pelanggaran ASN yang melakukan pendekatan maupun mendaftarkan diri pada salah satu partai politik sebanyak 81 kasus.

Ada pula ASN yang melakukan sosialiasi bakal calon melalui alat peraga kampanye (APK) sebanyak 34 kasus. Di sisi lain, dugaan pelanggaran Pilkada 2020, berupa temuan sebanyak 552 kasus, laporan dari masyarakat sebanyak 108 kasus, dan sebanyak 132 kasus dinyatakan bukan pelanggaran.

“Tingginya angka temuan ini menunjukkan bahwa jajaran pengawas pemilu mulai dari provinsi hingga kabupaten/kota itu sangat aktif melakukan fungsi-fungsi pengawasan dan kemudian menemukan adanya dugaan pelanggaran,” kata Dewi.

Dari beberapa temuan dan laporan tersebut, ketika dikategorikan berdasarkan jenis pelanggaran yang paling tinggi adalah pelanggaran hukum lainnya sebanyak 348 kasus. Pelanggaran jenis ini termasuk pelanggaran netralitasi ASN.

Berikutnya pelanggaran administrasi 157 kasus, pelanggaran kode etik 24 kasus dan pelanggaran pidana pemilihan terutama terkait dengan mutasi jabatan yang dilakukan kepala daerah sebanyak dua kasus. Bawaslu melakukan pengawasan pada tahapan prapilkada, tahapan pilkada, dan pengawasan larangan dalam pilkada.

Berkaitan dengan penanganan sengketa pemilihan, kata Dewi, Bawaslu sudah menangani penyelesaian sengketa pemilihan di tahapan pendaftaran calon perseorangan. Terdapat 31 permohonan penyelesaian sengketa yang diajukan pada tahapan pengecekan syarat jumlah dukungan dan sebaran.

“Berdasarkan data, kami menerima beberapa laporan yang sudah diproses yaitu 28 permohonan diregister, 1 permohonan tidak diregister, dan 2 permohonan tidak dapat diterima,” tutur Dewi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement