Kamis 23 Apr 2020 05:54 WIB

Jelang Kemarau, ACT MasihTerus Bangun Sumur Wakaf

Berdasarkan prakiraan BMKG musim kemarau tahun ini dimulai April

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Gita Amanda
ACT membangun sumur wakaf untuk membantu mengatasi kekeringan, (ilustrasi).
Foto: ACT
ACT membangun sumur wakaf untuk membantu mengatasi kekeringan, (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Berdasarkan prakiraan BMKG musim kemarau tahun ini dimulai April. Sebagai antisipasi jangka panjang mengatasi dampak kekeringan, Global Wakaf dan Aksi Cepat Tanggap Daerah Istimewa Yogyakarta (ACT DIY) masifkan pembangunan sumur wakaf berupa sumur bor kedalaman 100 meter.

Koordinator Program Sumur Wakaf, Kharis Pradana, mengatakan pembangunan ada di berbagai titik di Yogyakarta, terutama di Kabupaten Gunungkidul. Sebab, hampir setiap musim kemarau kerap diiringi bencana kekeringan dan kelangkaan air.

Baca Juga

"Dari total 27 sumur wakaf yang sudah terbangun di DIY, sedikitnya lima titik yang sedang proses dibangun April 2020 ini," kata Kharis, Rabu (22/4).

Ada di Desa Candirejo Kecamatan Semin, Desa Mertelu Kecamatan Gedangsari, Desa Plembutan Kecamatan Playen dan Desa Watusigar Kecamatan Ngawen dan Desa Bendung Kecamatan Semin. Ia menekankan, fokus pembangunan April memang di Gunungkidul.

Sebab, berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya, Gunungkidul jadi daerah yang tingkat kekeringannya paling ekstrim dibandingkan daerah lain di DIY. Pada 2019 lalu dari total 17 kecamatan ada 14 kecamatan yang kekeringan luar biasa.

"Permintaan dari masyarakat untuk droping air bersih dan pembangunan sumur sangat tinggi," ujar Kharis.

Kharis berpendapat, yang cukup menjadi kendala saat proses pembangunan tidak lain kontur tanah yang didominasi bebatuan hitam yang membuat pengeboran lama. Contohnya ada di Kecamatan Patuk, Kecamatan Gunungkidul dan Kecamatan Dlingo.

Tanahnya banyak ditemukan bebatuan hitam yang disebut warga sekitar watu kebo gopak karena mirip kerbau yang sedang berendam. Bahkan, sering satu hari dilakukan pengeboran memakai alat berat cuma mendapat kedalaman 0,5-1 meter.

Selain itu, lanjut Kharis, di Gunungkidul banyak titik yang didominasi karst atau bebatuan kapur. Konturnya berupa tanah berongga, dampak kurang baiknya saat pengeboran berlangsung menghabiskan banyak air, pernah sampai 40 tangki. "Karena airnya tersedot habis ke dalam tanah," kata Kharis.

Meski begitu, ia menekankan, ikhtiar mengentaskan bencana kekeringan tahunan secara perlahan terus diusahakan. Keseluruhan sumur wakaf yang telah dibangun mendapat debit air yang baik dan air bersihnya bisa langsung dialir ke warga.

Kemudian, debit air yang baik bisa dialirkan ke masjid, pesantren, bahkan ke dusun-dusun sekitar lokasi untuk keperluan sehari-hari masyarakat. Kharis menegaskan, pembangunan sumur wakaf jadi ikhtiar Global Wakaf dan ACT DIY.

"Agar pada masa pandemi corona kebutuhan sanitasi warga terpenuhi untuk mendukung kesehatan masyarakat," ujar Kharis.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement