Senin 20 Apr 2020 16:06 WIB
Islam

Islam, Kartini, dan Orientalis Snouck Hurgronje
 (Habis)

Sikap Kartini pada Snouck Hurgronje


RA. Kartini bersama anak-anak didiknya, foto diambil dari buku
Foto: Google.com
RA. Kartini bersama anak-anak didiknya, foto diambil dari buku

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ilma Asharina – Peminat sejarah Islam di Indonesia

Siapa yang berperan penting merekatkan hubungan Kartini dengan para elit Belanda? Adalah Christian Snouck Hurgronje orang yang mendorong Tn Abendanon agar memberikan perhatian lebih kepada Kartini bersaudara.

Hurgronje adalah sahabat Abendanon yang dianggap Kartini mengerti soal hukum agama Islam. Atas rencana Hurgronje, terlaksalalah skenario De Hollandshe Lelie hingga pertemuan antara Kartini dengan Abendanon seperti di awal cerita.

Sebagai seorang orientalis, pendeta, aktivis Gerakan Politik Etis, sekaligus penasihat pemerintah Hindia Belanda, Snouck Hurgronje juga menaruh perhatian kepada kepada anak-anak dari keluarga priyai Jawa lainnya. Hurgronje berperan mencari anak-anak dari keluarga terkemuka untuk mengikuti sistem pendidikan Eropa agar proses asimilasi berjalan lancar.

Langkah ini persis seperti yang dilakukan sebelumnya oleh gerakan Freemasonry lewat lembaga Dienaren van Indie (Abdi Hindia-pen) di Batavia yang menjaring anak-anak muda yang mempunyai bakat dan minat untuk memperoleh beasiswa. Kader-kader dari Dienaren van Indie kemudian banyak yang menjadi anggota Teosofi dan Freemasonry.

Sebenarnya, Kartini sudah mengetahui siapa sosok Snouck-sang Orientalis, dalam suratnya kepada Stella tanggal 23 Agustus 1900,  ia menceritakan bahwa ia gusar terhadap Snouck yang berpura-pura menjadi mualaf agar dapat masuk ke Mekah.

  • “...Kamu pasti sudah pernah mendengar tentang dia; pria yang demi studinya menghabiskan satu tahun menyamar sebagai orang Arab di Mekkah dan yang meninggalkan tempat itu hampir dengan biaya hidupnya ketika diketahui bahwa dia adalah orang Kristen. Seperti yang telah saya dengar, ia kemudian masuk Islam dan menikahi seorang putri Penghulu yang berpendidikan tinggi”

Walaupun telah mengetahui hal tersebut, disebabkan keluguannya, ia masih melanjutkan korespondensi dengan sahabat-sahabat Eropanya.

Ada satu kisah di mana Kartini merasa dipojokkan karena ia atau salah satu dari saudarinya dianggap ingin menikah dengan Oom Piet (Piet Sijthoff-pen) Padahal, kenyataannya mereka sama sekali tidak menaksir Oom Piet, Kartini mengatakan “..Kita berbeda dengan perempun lainnya!”

Untuk mencari dukungan, maka ia mencoba bertanya pada Hurgronje,  ia menganggap Hurgronje orang yang tepat dan mumpuni untuk ditanyai tentang Islam “...Apakah dalam Islam ada ayat tentang umur dewasa seseorang, sebagaimana di kalangan Anda? Saya ingin sekali mengetahui ayat tentang hak dan kewajiban perempuan dalam Islam.

Alih-alih menguatkan pendirian Kartini untuk mendukung argumennya agar tidak buru-buru menikah, Hurgronje malah mengatakan “...gadis Islam tidak pernah dewasa. Jika dia ingin bebas (dewasa-pen), dia harus menikah dahulu. Setelah itu boleh cerai lagi” dan sebagaimana yang dituliskan dalam suratnya kepada Ny. Abendanon tanggal 22 April 1902, terlihat bahwa Kartini kecewa terhadap orientalis itu.

  • “...Masih bisakah kemudian mereka berkata-kata dengan darah dingin setelah apa yang telah mereka nyatakan?..”

Hurgronje dianggapnya bertentangan dengan cara pandang Kartini dalam memandang situasi perempuan di Jawa yang dianggap tertindas. Hal tersebut membuat Kartini pada akhirnya kecewa dan kehilangan rasa hormatnya terhada

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement