Senin 20 Apr 2020 07:03 WIB

KPK Hargai Catatan dan Rekomendasi ICW

ICW mencatat, rat-rata vonis koruptor sepanjang 2019 hanya 2 tahun 7 bulan penjara.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andi Nur Aminah
Pelaksana Harian (Plh) Juru Bicara KPK Ali Fikri
Foto: Antara/M Risyal Hidayat
Pelaksana Harian (Plh) Juru Bicara KPK Ali Fikri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghargai hasil catatan dan rekomendasi Indonesia Corruption Watch (ICW) terkait tren vonis pengadilan tindak pidana korupsi selama 2019 tidak memberikan efek jera yang nyata. Dari temuan ICW, rata-rata vonis koruptor sepanjang tahun tersebut hanya dua tahun tujuh bulan penjara. 

“KPK menghargai hasil catatan dan rekomendasi ICW terkait putusan yang dijatuhkan dalam perkara tindak pidana korupsi tersebut,” kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri saat dikonfirmasi, Ahad (19/4) malam.

Baca Juga

 

Ali mengatakan, perkara oleh KPK saat ini akan memprioritaskan pada case building. Antara lain terhadap kasus yang berdampak signifikan pada perekonomian nasional dengan strategi penanganan perkara gabungan pasal tindak pidana korupsi dan TPPU. Bahkan, saat ini sudah didukung dengan satgas asset tracing sebagai upaya memaksimalkan asset recovery dan pengembalian kerugian negara.

 

Sementara dalam tugas dan fungsi penuntutan, lanjut Ali, KPK saat ini masih dalam proses finalisasi penyusunan pedoman penuntutan. Kelak, dengan adanya pedoman maka setidaknya akan mengurangi disparitas tuntutan pidana khususnya terhadap pidana badan.

 

“Pedoman tuntutan tersebut dibuat untuk seluruh kategori tindak pidana korupsi sebagaimana tertuang dalam pasal-pasal yang memuat pemidanaan pada UU Tipikor dan TPPU dengan penekanan pada faktor-faktor yang lebih objektif di dalam mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan hukuman,” tutur Ali.

 

Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, mendorong penegak hukum, baik Kejaksaan atau KPK, agar memanfaatkan dengan baik pedoman penuntutan saat menangani terdakwa korupsi. Apalagi saat ini pedoman penuntutan masuk sebagai salah satu poin yang akan diperbarui melalui program Strategi Nasional Pencegahan Korupsi.

 

“Ini dilakukan agar di masa mendatang penuntutan yang dilakukan penegak hukum bisa benar-benar berorientasi pada penjeraan pelaku korupsi,” tegas Kurnia.

 

Sepanjang tahun 2019 ICW mencatat setidaknya terdapat 1.019 perkara tindak pidana korupsi yang disidangkan di berbagai tingkatan Pengadilan. Dari keseluruhan perkara itu ditemukan 1.125 orang sebagai terdakwa. Temuan ini tidak terlalu berbeda dengan tahun sebelumnya yang mana total perkaranya sebanyak 1.053 dengan terdakwa sejumlah 1.162 orang.

 

Temuan tersebut, kata Kurnia, terbagi dalam tiga ranah pengadilan. Sebanyak 941 perkara disidangkan di Pengadilan tingkat pertama, sedangkan 56 perkara tingkat banding, dan 22 perkara lainnya pada tingkat kasasi maupun peninjauan kembali di Mahkamah Agung.

 

Atas temuan tersebut, ICW merekomendasikan Ketua MA untuk menyoroti secara khusus tren vonis yang masih ringan terhadap pelaku korupsi. Langkah untuk menyusun pedoman pemidaan amat mendesak untuk segera direalisasikan. "Agar ke depan setiap hakim memiliki standar tertentu saat memutus perkara korupsi,” ujar Kurnia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement