Senin 20 Apr 2020 01:39 WIB

210 Ribu Kamar Hotel di Jepang akan Rawat Pasien Covid-19

Hotel akan menampung pasien tanpa gejala sebagai upaya menahan penyebaran Covid-19

Rep: Mimi Kartika/ Red: Gita Amanda
Jepang menyiapkan 210 ribu kamar hotel untuk merawat pasien Covid-19. Foto ilustrasi.
Foto: AP / Gregorio Borgia
Jepang menyiapkan 210 ribu kamar hotel untuk merawat pasien Covid-19. Foto ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Pemerintah Jepang telah telah mengamankan lebih dari 210 ribu kamar hotel di seluruh negeri untuk mengakomodasi mereka yang memiliki gejala virus corona. Hotel itu akan menampung pasien tanpa gejala sebagai upaya menahan penyebaran Covid-19.

"Dari kamar hotel yang diamankan, pemerintah telah menyelesaikan kontrak sekitar 6.000," ujar Menteri Revitalisasi Ekonomi Yasutoshi Nishimura dikutip The Japan Times, Ahad (19/4).

Baca Juga

Pemerintah Jepang juga telah menerima 120 ribu masker dari perusahaan dan akan memberikannya kepada staf rumah sakit di tengah kekurangan produk. Kekurangan masker ini diketahui, kata Nishimura, usai memeriksa Rumah Sakit Universitas Tokyo di mana pasien dengan gejala parah telah dirawat.

Jumlah kasus terinfeksi Covid-19 yang dipastikan di Jepang telah mencapai 11 ribu, termasuk sekitar 700 pasien dari kapal pesiar Diamond Princess yang dikarantina awal tahun ini di dekat Tokyo. Di Tokyo sendiri, pada Ahad, 107 kasus baru dilaporkan, menjadikan total kasus virus corona di ibu kota lebih dari 3.000.

Sebelumnya, diberitakan rumah sakit di Jepang mulai menolak orang sakit ketika negara itu berjuang dengan lonjakan infeksi virus corona. Beberapa orang harus melewati berpuluh rumah sakit dan klinik kesehatan untuk mendapatkan perawatan.

Dalam satu kasus baru-baru ini, sebuah ambulans yang membawa seorang pria dengan demam dan kesulitan bernapas ditolak oleh 80 rumah sakit. Dia dipaksa mencari berjam-jam rumah sakit di pusat Kota Tokyo yang akan merawatnya.

Asosiasi Jepang untuk Pengobatan Akut dan Masyarakat Jepang untuk Pengobatan Darurat mengakui kondisi kewalahan terhadap pasien. Banyak ruang gawat darurat rumah sakit menolak untuk merawat pasien termasuk mereka yang menderita stroke, serangan jantung, dan cedera eksternal.

Rumah sakit Jepang tidak memiliki tempat tidur, tenaga medis, atau peralatan yang cukup. Namun, mereka memaksa siapa pun masuk rumah sakit mana pun dengan virus, bahkan mereka yang memiliki gejala ringan, sehingga membuat rumah sakit sesak dan kekurangan tenaga.

"Kita tidak bisa lagi melakukan pengobatan darurat normal," kata  dokter darurat Universitas Osaka, Takeshi Shimazu.

Kelompok tersebut menyatakan, runtuhnya penanganan darurat merupakan awal dari runtuhnya tindakan medis secara keseluruhan. Dengan menolak pasien, rumah sakit membebani pusat darurat yang kritis dan jumlahnya terbatas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement