Sabtu 18 Apr 2020 00:08 WIB

Kemenperin Jaga Kinerja Ekspor IKM Furnitur dan Kerajinan

IKM furnitur dan kerajinan masih memiliki ceruk pasar yang besar.

Rep: iit septyaningsih/ Red: Dwi Murdaningsih
Pengunjung memilih furnitur di salah satu pusat perbelanjaan di Bandung, Jawa Barat, Senin (10/9).
Foto: Antara/Raisan Al Farisi
Pengunjung memilih furnitur di salah satu pusat perbelanjaan di Bandung, Jawa Barat, Senin (10/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berupaya menjaga berbagai pasar tujuan ekspor para pelaku Industri Kecil Menengah (IKM) agar tetap melanjutkan pemesanannya dari Indonesia. IKM furnitur dan kerajinan dinilai memiliki orientasi ekspor, dan masih berpotensi memiliki ceruk besar.

“Kami akan menugaskan petugas Pusat Promosi Perdagangan Indonesia (Indonesian Trade Promotion Center/ITPC) dan atase perdagangan untuk memberikan pengumuman kepada para buyers yang mengimpor furnitur dan craft dari Indonesia. Supaya ordernya tidak dibatalkan,” kata Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah dan Aneka (IKMA) Kemenperin Gati Wibawaningsih, melalui siaran pers yang diterima Republika.co.id pada Jumat, (17/4).

Baca Juga

Di tengah pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di sejumlah wilayah, kata dia, Ditjen IKMA Kemenperin akan mengawal pelaku IKM furnitur dan kerajinan dalam negeri. Tujuannya agar tetap produktif hingga lancar proses pengapalan produknya.

“Menurut pantauan kami, pelaku IKM kerajinan turut merasakan dampak dari mewabahnya Covid-19 di Indonesia. Salah satunya adanya pembatalan pemesanan dari beberapa buyer di luar negeri yang mencapai 3 sampai 5 persen,” ungkapnya. Selain itu, lanjut dia, terjadi pula penangguhan pembelian hingga 70 persen.

Berhentinya aktivitas operasional pelabuhan di negara tujuan ekspor, jelasnya, menjadi salah satu kendala IKM sektor furnitur dan kerajinan di Tanah Air. Akibatnya, aktivitas ekspor menurun siginifikan, membuat cashflow perusahaan terganggu hingga mengakibatkan kredit yang dibayarkan berpotensi mengalami kemacetan.

Padahal, ujar Gati, selama ini IKM furnitur dan kerajinan memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian nasional melalui capaian nilai ekspornya. Tercermin dari neraca perdagangan industri furnitur yang mengalami surplus pada Januari 2019, dengan nilai ekspor sebesar 113,36 juta dolar AS.

Nilai ekspor tersebut, naik 8,2 persen dibanding capaian pada Desember 2018. Sepanjang tahun lalu, nilai ekspor furnitur nasional menembus 1,69 miliar dolar AS atau naik 4 persen dibanding 2017.

Selanjutnya, nilai ekspor dari produk kerajinan nasional pada Januari sampai November 2018 mampu mencapai 823 juta dolar AS. Angka itu naik dibanding periode sama tahun sebelumnya sebesar 820 juta dolar AS.

Kemenperin mengatakan, jumlah industri kerajinan di Indonesia cukup banyak. Terdapat lebih dari 700 ribu unit usaha dengan menyerap tenaga kerja sebanyak 1,32 juta orang.

Gati menambahkan, pandemi Covid-19 turut memberikan dampak terhadap ketersediaan bahan baku bagi pelaku IKM furnitur dan kerajinan. Sebab, harga bahan baku mengalami kenaikan akibat volume impor menurun.

Sementara, perusahaan IKM berupaya mematuhi protokol kesehatan dengan menerapkan pembatasan sosial atau social distancing. Hal ini mengakibatkan perusahaan memangkas produksinya dan membatasi jumlah karyawan yang bekerja.

Dengan kondisi tersebut, IKM furnitur dan kerajinan meminta adanya penjadwalan ulang (reschedule) pembayaran kredit bank selama satu tahun. Sekaligus reschedule bunga kredit hingga enam bulan dan pembayaran dilakukan setelah enam bulan dengan bunga nol persen.

Gati mengatakan, IKM juga meminta pemberian pinjaman lunak bagi IKM dengan bunga lebih rendah dari Kredit Usaha Rakyat (KUR). Kemudian demi mengatasi persoalan ketersediaan bahan baku, IKM meminta agar program ‘Material Center’ direalisasikan, kemudahan mendapatkan bahan baku dan penolong dari pabrik, sampai pembebasan bea impor bahan baku dan penunjang sektor IKM furnitur dan kerajinan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement