Jumat 17 Apr 2020 13:25 WIB

Defisit Melambat, Menkeu: Belum Gambarkan Ekonomi Seluruhnya

APBN sampai dengan akhir Maret 2020 mengalami defisit hingga Rp 76,4 triliun

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolandha
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sampai dengan akhir Maret 2020 mengalami defisit hingga Rp 76,4 triliun atau setara dengan 0,45 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Realisasi tersebut lebih rendah dibandingkan periode sama pada tahun lalu yang defisitnya mencapai Rp 103,1 triliun.

Apabila dilihat pada keseimbangan primer pun, kondisi APBN sampai akhir Maret menunjukkan perbaikan. Tercatat, besarannya adalah minus Rp 2,6 triliun, sedangkan tahun lalu adalah Rp 32,5 triliun.

Baca Juga

Tapi, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, dua indikator tersebut belum menggambarkan situasi perekonomian domestik secara keseluruhan. Sebab, kebijakan restriksi kegiatan ekonomi dan mobilisasi manusia akibat pandemi virus corona (Covid-19) baru gencar dilakukan pada pekan kedua Maret. Sedangkan, data pada APBN per 31 Maret 2020 lebih banyak menggambarkan situasi ekonomi pada Februari.

"Jadi, ini belum gambarkan keseluruhan cerita Maret. (Keseluruhannya) baru terekam pada rapat ALM (Komite Asset Liability Management) bulan depan," tutur Sri dalam konferensi pers secara virtual, Jumat (17/4).

Sri mengatakan, salah satu indikator yang menjadi catatan adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pemerintah baru merekam kegiatan sampai dengan akhir Februari yang kemudian dicatat untuk laporan APBN Maret.

Sri juga menekankan, APBN Maret tidak bisa dijadikan indiaktor untuk menggambarkan situasi ekonomi domestik yang baik sepanjang tahun. Pasalnya, ada beberapa kegiatan yang tidak biasa dilakukan.

Salah satu contohnya, pergeseran setoran laba beberapa BUMN yang dibayarkan pada Maret. Dampaknya, pendapatan negara dari Kekayaan Negara Dipisahkan (KND) tumbuh signifikan dari Rp 2,6 triliun pada Maret 2019 menjadi Rp 23.975 triliun pada Maret tahun ini. "Ini menyebabkan, kelihatannya pendapatan negara melonjak," ujar Sri.

Contoh aktivitas tidak biasa lainnya yang disebutkan Sri adalah percepatan pemesanan pita cukai oleh pabrik industri hasil tembakau. Banyak perusahaan sudah memesan terlebih dahulu dalam jumlah banyak untuk mengantisipasi terjadinya pembatasan sosial. Dampaknya, penerimaan dari bea cukai mengalami pertumbuhan 23,60 persen menjadi Rp 38,28 triliun.

Secara umum, dalam APBN per 31 Maret, pendapatan negara tercatat mencapai Rp 375,9 triliun atau tumbuh 7,7 persen dibandingkan tahun lalu. Sedangkan, belanja negara sebesar Rp 452,4 triliun, tumbuh tipis 0,1 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement