Kamis 16 Apr 2020 10:40 WIB

Suami Menonton Film Porno Bersama Istri, Bolehkah?

Bukankah sah jika syahwat yang disalurkan berdasarkan hubungan yang halal?

Anti-Pornografi (ilustrasi)
Foto: ROL
Anti-Pornografi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Hubungan intim antara suami dan istri merupakan bagian dari ibadah kepada Allah SWT. Dalam Alquran surat al-Baqarah ayat 223, berhubungan intim diungkapkan dengan kiasan. Istri diumpamakan sebagai tempat bercocok tanam. Maka, suami diminta untuk mendatangi tanah tempat bercocok tanam itu sebagaimana dikehendaki. Kemudian, Allah SWT memerintahkan untuk mengerjakan amal baik dan bertawakal kepada Allah SWT karena kelak akan menemui-Nya.

Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bahkan memadankan hubungan intim dengan sedekah, dengan catatan apabila penyaluran syahwat sesuai dengan tempatnya. "Di kemaluan setiap orang di antara kamu itu ada sedekahnya." Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah seseorang di antara kami apabila menyalurkan syahwatnya mendapat pahala?" Beliau menjawab, "Benar, bukankah apabila dia menyalurkannya kepada yang haram dia berdosa? Demikianlah, kalau ia menyalurkannya kepada yang halal maka ia mendapat pahala. Apakah kamu hanya memperhitungkan keburukan dan tidak memperhitungkan kebaikan?" (HR Muslim).

Namun, ada fenomena yang terjadi tentang hubungan suami istri. Demi mendapatkan pengetahuan mengenai trik atau gaya berhubungan seks, pasangan suami istri memilih untuk menonton film porno. Adegan-adegan dalam film erotis dianggap dapat membangkitkan syahwat yang akan dilampiaskan kepada istri mereka. Hubungan percintaan pun diklaim dapat semakin mesra.

Meski film dan perangkatnya tidak pernah ada pada zaman Rasulullah SAW, konten yang ada dalam pornografi sudah dibahas di dalam sejumlah ayat Alquran dan hadits. Adegan di dalam film porno yang dilakukan oleh profesional, meski memang kadang ada yang suami istri, bisa dikategorikan sebagai zina. Sementara itu, menonton film tersebut bisa dikatakan mendekati zina. "Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk." (QS al-Isra: 32).

Namun, pertanyaan berikutnya kembali menyeruak. Bukankah objek syahwat yang akan dilampiaskan adalah pasangan suami atau istri sendiri sebagaimana yang dikatakan dalam hadits riwayat Muslim tersebut? Bukankah sah bahkan berpahala jika syahwat yang disalurkan berdasarkan hubungan yang halal?

Ayat di dalam Alquran memberi batasan mengenai hal tersebut. Allah SWT memerintahkan seorang mukmin untuk menahan pandangan dan memelihara kemaluan dari orang-orang yang bukan mahram. "Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, 'Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Ssesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.' Katakanlah kepada wanita yang beriman, 'Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa tampak daripadanya, dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya.'"(QS an-Nur: 30-31).

Tidak hanya itu, Rasulullah SAW pun melarang kaum perempuan berpakaian seperti telanjang dan mengundang syahwat kaum lelaki. "Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, 'Ada dua kelompok penghuni neraka yang belum pernah aku lihat: (1) sekelompok orang yang memegang cambuk seperti ekor sapi; dengan cambuk itu mereka memukuli orang dan (2) kaum perempuan yang berpakaian seperti telanjang, berjalan berlenggok-lenggok, menggoda/memikat kepala mereka, bersanggul besar dibalut laksana punuk unta. Mereka ini tidak akan masuk surga dan tidak akan dapat mencium harumnya, padahal keharuman surga dapat tercium dari jarak sekian.'" (HR Muslim).

Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) memutuskan bahwa melakukan hubungan seksual atau adegan seksual di hadapan orang dan melakukan pengambilan gambar hubungan seksual atau adegan seksual terhadap diri sendiri maupun orang lain dan melihat hubungan seksual atau adegan seksual adalah haram.  Memperbanyak, mengedarkan, menjual, membeli, dan melihat atau memperlihatkan gambar orang, baik cetak maupun visual, yang terbuka auratnya atau berpakaian ketat atau tembus pandang yang dapat membangkitkan nafsu berahi atau gambar hubungan seksual pun haram.

Bahtsul Matsail Nahdlatul Ulama (NU) mengutip pendapat dari Ali asy-Syibramalisi. Dia berpendapat bahwa melihat sesuatu (al-manzhur ilaih) seperti mahram atau selainnya, selain istri, jika menimbulkan syahwat adalah haram. Bahkan, keharaman ini menurut Ali asy-Syibramalisi mencakup juga keharaman melihat benda-benda mati (al-jamadat). "Adapun melihat sesuatu (al-manzhur ilaih) seperti mahram dan selainnya, selain istri dan budaknya, secara pasti adalah haram (Syarh Muhammad ar-Ramli). (Dalam hal ini) Ali asy-Syibramalisi menyatakan bahwa keumuman keharaman ini meliputi benda-benda mati. Karena itu, haram melihat benda-benda mati dengan disertai syahwat." (Lihat, Sulaiman al-Bujairimi, at-Tajrid li Naf' al-'Abid, al-Maktabah al-Islamiyyah-Turkey, juz 3, hlm 326).

Dengan mengacu kepada pandangan tersebut, menonton film porno bagi suami istri adalah haram. Sebab, melihat benda mati pun jika disertai dengan syahwat hukumnya haram, apalagi melihat film porno. Wallahu a'lam bisshawab.

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement