Rabu 15 Apr 2020 18:24 WIB

Koordinasi MCCC Diperluas Hingga Tingkat Kecamatan

MCCC menjadi pusat komando pergerakan semua majelis Muhammadiyah me­nangani Covid-19.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yusuf Assidiq
Logo Muhammadiyah.
Foto: Wikipedia
Logo Muhammadiyah.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Ketua Majelis Pembina Ke­sehatan Umum (MP­KU) PP Muhammadiyah,  Mohammad Agus Samsudin mengatakan, Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) dikoordinir MPKU. MCCC menjadi pusat komando pergerakan semua majelis Muhammadiyah me­nangani Covid-19.

Mulai dari MDMC, Lazismu, Majelis Tabligh, Majelis Tarjih dan Tajdid, Majelis Pelayanan Sosial, Majelis Pemberdayaan Masyarakat, dan lain-lain. Tujuannya, agar semua program-program memiliki satu pintu koordinasi.

Untuk program-program strategisnya dimulai dari pelayanan kesehatan. Maka itu, sejak diawali dari penunjukan 15 Rumah Sakit Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah (RSMA), koordinasi mampu meningkatkan lebih banyak RSMA mengambil perannya.

"Per 13 April 2020 sudah ada 64 RSMA yang melayani pasien Covid-19," kata Agus, Senin (13/4). Hingga saat ini pasien Covid-19 yang dilayani RSMA sudah mencapai 2.000 orang lebih.

 

MCCC juga menyiapkan surge capacity plan dengan menambah kapasitas ruang untuk layanan Co­vid-19 di RSMA. Yang semula hanya punya 1-2 tempat tidur isolasi, seka­rang sudah ber­tambah ada yang jadi 5, 10 sampai 15 tempat tidur.

Sampai 13 April 2020, RSMA sudah menangani total 1.790 kasus ODP, 508 kasus PDP, 33 kasus terkonfirmasi positif Covid-19. Ia menilai, peran RSMA menjadi satu pilar yang sangat vital untuk mencegah tingkat kematian.

Jadi, kehadiran MCCC membuat Muhammadiyah mampu menggerakkan semua rumah sakit yang dimiliki untuk membantu melayani pasien Covid-19.  Sebab, koordinasi antar satu RS dan RS lain jadi lebih terukur dan fokus.

Kedua, kesehatan masyarakat. Muhammadiyah membuat satu grup sendiri yang fokus mengedukasi masyarakat, dan topik-topik yang terkait Covid-19 disebarluaskan melalui berbagai macam jenis media mulai poster, infografis, dan lain-lain.

"Termasuk, tuntunan ibadah, penanganan jenazah, pemulasaraan, dan lain-lain yang didorong agar disebarluaskan lebih luas kepada masyarakat," ujar Agus.

Ia menekankan, materi-materi sudah dikoordinasikan ke majelis-majelis lain yang memang membidangi. Tapi, Agus merasa peran yang diambli bisa lebih besar karena Muhammadiyah memiliki pengurus wilayah, daerah, sampai cabang.

Untuk itu, masing-masing Pimpinan Wilayah (PW) diminta membuat MCCC yang sejauh ini sudah terbentuk 17 MCCC level wilayah. Melalui MCCC itu, bisa lebih cepat pula distribusi APD-APD yang sangat dibutuhkan bisa dilaksanakan.

"Tapi, yang tidak kalah penting sebenarnya kita membutuhkan alat ventilator, karena ventilator menja­di alat terakhir yang dipakai untuk mencegah kematian pasien-pasien Covid-19," kata Agus.

Pembiayaan swadaya

MCCC turut meluncurkan web Sadari Faktor Risiko Diri Sendiri atau Safari Muhammadiyah. Web yang berfungsi untuk memeriksakan diri sendiri terkait risiko penularan Covid-19 itu kini sudah dipakai lebih dari 6.952 orang.

Selain itu, MCCC menghadirkan pelayanan konsultasi psikologi, penyemprotan disinfektan yang sudah hampir mencapai 14 ribu titik. Di samping, webinar dan sosia­lisasi serta bantuan sosial seperti hand sanitizer, masker, dan sembako.

Lewat Edumu atau Edu Muhammadiyah, kata Agus, telah pula tergarap 74 sekolah yang meliputi 85 ribu lebih siswa-siswa SD, SMP, dan SMA untuk belajar daring. Komitmen mampu dilaksanakan dengan menggerakkan semua kom­ponen Muhammadiyah.

Semua pembiayaan sejauh ini masih dilakukan secara swadaya, termasuk untuk RSMA-RSMA yang ditunjuk melayani pasien Covid-19. Tapi, saat ini untuk pembiayaan semua memang dilaksanakan lewat satu pintu yaitu Lazismu.

"Lazismu sendiri ada di level rumah sakit, serta di level cabang, wilayah dan daerah, yang mana mengumpulkan uang lewat Lazismu, dan sebagian untuk operasional rumah sakit sebagian lagi untuk ke­giatan sosial," ujarnya.

Untuk level pusat, pendanaan MCCC difokuskan kepada edukasi dan pemenuhan keperluan APD. Terakhir, Muhammadiyah mengusahakan ada rumah sakit khusus Covid-19, disiapkan di Kecamatan Gombong, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah.

Tapi, sekali-lagi, ia menekankan tingginya kebutuhan terhadap ventilator untuk mencegah terjadinya kematian terhadap pasien-pasien Covid-19. Agus mengingatkan, tanpa ventilator fungsi RS menjadi sekadar tempat isolasi.

"Ventilator ini di seluruh Indonesia pasti kurang, karena di Ruang ICU untuk kondisi normal 10 sudah banyak, tapi karena kondisi ini tidak normal, jumlah pasien datang setiap hari, otomatis pasti kurang," kata Agus.

Agus turut mengingatkan pemerintah jika kondisi ini bagi rumah sakit membuat pendapatan turun tapi pengeluaran meningkat. Ia meminta pembayaran dari BPJS bisa dipercepat. Jadi, verifikasi dan pro­ses dipercepat, sehingga rumah sakit tidak harus menunggu 3-4 bulan. Ini akan sangat membantu keuangan rumah sakit.

Selain itu, Agus juga meminta pemerintah memikirkan penghapusan pajak untuk rumah sakit.  "Terakhir, kita minta bantuan pemerintah membantu mengendalikan harga APD, sebab sekarang harga melambung, dan ada uangnya belum tentu ada barangnya, jadi pengadaan dan stabilitas harga APD menjadi sangat penting," ujar Agus.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement