Rabu 15 Apr 2020 17:07 WIB

Industri Kerajinan di Garut Terpukul Pandemi Corona

Salah satu sektor yang terkena dampak di Garut adalah industri penyamakan kulit

Rep: Bayu Adji P/ Red: Hiru Muhammad
Hingga saat ini belum ada tempat penyamakan kulit yang tutup. Namun, industri tak lagi berjalan normal. Dari 100 persen pengusaha penyamakan kulit, hanya tinggal 30 persennya saja yang masih beroperasi.
Foto: bayu adji
Hingga saat ini belum ada tempat penyamakan kulit yang tutup. Namun, industri tak lagi berjalan normal. Dari 100 persen pengusaha penyamakan kulit, hanya tinggal 30 persennya saja yang masih beroperasi.

REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Pandemi corona yang masih terjadi membuat berbagai sektor ekonomi terdampak. Bukan hanya ekonomi secara makro, industri kerajinan di Kabupaten Garut juga merasakan merosotnya penghasilan selama virus corona mewabah di Indonesia. 

Salah satu sektor kerajinan yang terdampak di Kabupaten Garut adalah penyamakan kulit. Wakil Ketua Asosiasi Penyamakan Kulit Indonesia (APKI) Kabupaten Garut, Sukandar mengatakan, adanya pandemi corona sangat sangat berpengaruh pada industri penyamakan kulit di Kabupaten Garut.  "Order sudah tidak ada. Pembayaran kulit yang sudah dikirim juga tertunda," kata dia, Rabu (15/4).

Ia mengakui, hingga saat ini belum ada tempat penyamakan kulit yang tutup. Namun, industri tak lagi berjalan normal. Sukandar menyebutkan, dari 100 persen pengusaha penyamakan kulit, hanya tinggal 30 persennya saja yang masih beroperasi. Itu pun bukan karena adanya orderan, melainkan menyelesaikan penyamakan sisa kulit agar tidak rusak. 

"Industri masih bekerja, tapi hanya menyelesaikan sisa-sisa kulit. Soalnya kalau ditunda akan rusak," katanya. Pandemi Corona yang terjadi saat ini diakui sangat memukul para perajin kulit di Garut. Meski pesanan lokal masih berdatangan, tapi secara makro pesanan sama sekali tak bisa didapatkan. Jika kondisi ini terus berlanjut, lambat laun secara otomatis industri akan tutup dengan sendirinya.

 

Namun, menurut dia, hingga saat ini belum ada pekerja yang dirumahkan. Sebab, pengusaha masih memikirkan kondisi para pekerja jika tak ada pemasukan. "Kita pengusaha membantu satu atau dua hari sih mampu. Tapi kalau berkelanjutan, kita keberatan dengan situasi saat ini," katanya.

Sukandar menyebut, berdasarkan catatan APKI, terdapat 10 ribu orang yang menggantungkan hidupnya dari industri kulit di Kabupaten Garut. Mereka bekerja sebagai penyamak, perajin, hingga pedagang kerupuk kulit. Artinya, jika industri ini terhenti, akan banyak orang yang akan terdampak.

"Kita berharap kepada pemerintah untuk bisa sama-sama menyelesaikan masalah ini. Setidaknya para pegawai yang nantinya dirumahkan dapat mendapat bantuan dari pemerintah. Karena secara otomatis kita juga akan tutup," katanya.

Pandemi corona bukan hanya memukul para pelaku industri kulit di Kabupaten Garut. Kerajinan lain yang ikut terdampak adalah akar wangi. 

Salah satu perajin akar wangi di Kecamatan Bayongbong, Kabupaten Garut, Yusup Nuryana mengatakan, pemasukan dari usahannya merosot drastis sejak terjadi wabah corona. Ia mengatakan, turunnya pemasukan itu terjadi sejak dua bulan ke belakang. "Pesanan dari pelanggan mah masih ada sedikit.Tapi banyak kegiatan yang dibatalkan," kata dia kepada Republika.

Ia mencontohkan, berbagai kegiatan seperti pelatihan edukasi parisiwata dan beberapa acara pameran dibatalkan karena pandemi corona. Padahal, kegiatan itu juga merupakan sumber pemasukan yang besar bagi perajin akar wangi."Kalau dipresentasekan, penurunan omzet selama ini bisa mencapai 40-50 persen," katanya.

Tersendatnya kerajinan akar wangi bukan saja karena sepinya pesanna. Yusup menambahkan, bahan baku untuk kerajinan akar wangi juga sulit didapat selama virus corona mewabah. Pasalnya, bahan baku akar wangi harus dijahit dulu. Sementara industri tekstil juga banyak yang tutup.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement