Rabu 15 Apr 2020 15:38 WIB

Sekelompok Remaja Belanda Lintasi Samudera untuk Kembali

Rencana pelayaran 25 remaja Belanda ini seharusnya berakhir di Kuba.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Agus Yulianto
Samudera Atlantik
Foto: marvel.wikia.com
Samudera Atlantik

REPUBLIKA.CO.ID, AMSTERDAM -- Perjalanan berlayar yang diikuti 25 siswa sekolah menengah Belanda bulan lalu seharusnya berakhir di Kuba. Rencana itu berubah ketika pandemi virus korona menyebar dengan cepat ke penjuru dunia.

Rencana awal, peserta yang berusia 14 hingga 17 tahun tersebut akan menggunakan pesawat terbang setelah sampai di Kuba untuk kembali ke Belanda. Semua berubah, mereka harus kembali dengan menggunakan sekunar berukuran 60 meter melintasi Samudera Atlantik.

Sekunar sebuah kapal layar dengan dua tiang atau lebih, biasanya dengan tiang depan lebih kecil dari tiang utama. Tiang kapal yang dimiliki sekunar juga lebih rendah.

Perjalanan dengan sekunar bernama 'Wylde Swan' ini di bawah pengawasan 12 pelaut berpengalaman dan tiga guru. Mereka akhirnya membuat perjalanan laut selama lima minggu dengan jarak tempuh hampir 7.000 kilometer.

"Anak-anak ini harus beradaptasi dengan perubahan besar. Mereka pergi dari Belanda ke Karibia untuk berlayar. Itu luar biasa dalam dirinya sendiri, lalu tiba-tiba Anda harus mengubah seluruh program dan Anda harus menyeberangi lautan," kata direktur Masterskip atau perusahaannya mengatur perjalanan, Christophe Meijer.

Masterskip menjalankan lima perjalanan pendidikan untuk sekitar 150 siswa di setiap tahunnya. Meijer mengatakan, Wylde Swan mengalami kesulitan di awal perjalanan di sekitar Karibia ketika otoritas pelabuhan lokal dan pulau-pulau mulai mengambil langkah-langkah untuk mencegah penyebaran virus korona pada Maret.

Ketika virus semakin membuat negara-negara melakukan lockdown dan penutupan pesawat terbang, rencana yang sudah dibuat harus berubah. Membawa para siswa ke pelabuhan di Kuba dan menerbangkan mereka pulang tidak bisa lagi dilakukan.

Meijer dan stafnya mengadakan pertemuan untuk merencanakan jalan keluar dari masalah itu. Hasil dari segala pertimbangan, mereka memutuskan cara terbaik untuk pulang adalah berlayar.

Para kru kemudian harus memberi tahu orang tua siswa. Alih-alih menentang, orang tua menyatakan lega setelah khawatir bagaimana anak-anak akan pulang selama pandemi. Keputusan ini pun mendapatkan dukungan karena terawasi oleh para ahli di bidang perlayaran pula.

"Angsa Wylde telah melintasi laut sekitar 20 kali atau lebih, jadi bagi kami ini adalah operasi rutin," kata Meijer.

Pelayaran pendidikan di kapal ditujukan untuk pengembangan pribadi. Tujuannya adalah bagi siswa untuk membangun pengetahuan yang cukup untuk dapat berlayar di kapal sendiri.

Perjalanan trans-Atlantik yang tidak terjadwal membutuhkan persiapan kapal, mendapatkan persediaan, dan membeli pakaian hangat untuk perjalanan. Meski para remaja sudah bisa mengatasi mabuk laut, tidak semua bisa tangguh untuk mengarungi lautan.

Setelah tiga pekan memasuki perlintasan laut, Swan Wylde berhenti di Azores untuk mengambil persediaan baru. Pembatasan karena virus membuat tidak ada seorang pun diizinkan keluar dari kapal.

"Seperti yang kami katakan di Belanda, Anda tidak dapat membuat sesuatu bersinar tanpa gesekan," kata Meijer.

Siswa dari berbagai sekolah itu pun mencoba untuk menikmati perjalanan dan menempatkan diri menjaga solidaritas. Mereka menjalankan aktivitas dengan membantu tugas di sekunar dan berusaha agar selalu kompak tanpa perkelahian.

Ketika sebelum mengubah rencana perjalanan kelompok ini menjuluki diri dengan Pirates of the Caribbean. Kini mereka lebih cocok menyebut kelompoknya dengan Warriors of the Ocean. 

sumber : AP
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement