Rabu 15 Apr 2020 14:12 WIB

Bulan Lalu, Impor dari China Naik 50 Persen

Tren kenaikan impor dari China sebagai gambaran pemulihan ekonomi di sana.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolandha
Petugas memindahkan barang impor ke truk di pelabuhan bongkar muat di Qingdao, Provinsi Shandong, China, Senin (14/10). Aktivitas impor dari China ke Indonesia menunjukkan kenaikan signifikan pada bulan lalu. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai impor dari China pada Maret mengalami kenaikan hingga 50,43 persen dibandingkan Februari.
Foto: Chinatopix via AP
Petugas memindahkan barang impor ke truk di pelabuhan bongkar muat di Qingdao, Provinsi Shandong, China, Senin (14/10). Aktivitas impor dari China ke Indonesia menunjukkan kenaikan signifikan pada bulan lalu. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai impor dari China pada Maret mengalami kenaikan hingga 50,43 persen dibandingkan Februari.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aktivitas impor dari China ke Indonesia menunjukkan kenaikan signifikan pada bulan lalu. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai impor dari China pada Maret mengalami kenaikan hingga 50,43 persen dibandingkan Februari.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, tren tersebut dapat menjadi gambaran pemulihan kegiatan produksi di China setelah sempat terhenti akibat pandemi virus corona (Covid-19). "Kemungkinan, recovery sudah terjadi di sana secara cepat, meskipun mereka sedang mewaspadai gelombang kedua pandemi," ujarnya dalam konferensi pers virtual, Rabu (15/4).

Baca Juga

Secara nominal, nilai impor China ke Indonesia pada Maret 2020 sebesar 2,98 miliar dolar AS, naik 1 miliar dolar AS dari bulan sebelumnya, yaitu 1,98 miliar dolar AS. Beberapa komoditas yang mengalami kenaikan signifikan adalah mesin dan perlengkapan elektrik. Jenis produk ini naik 57,37 persen menjadi 698 juta dolar AS pada bulan lalu.

Kenaikan lebih signifikan terlihat pada sayuran. Data yang didapatkan dari BPS menunjukkan, impor sayuran dari China mengalami kenaikan hingga 1.142 persen. Pada bulan lalu, nilainya mencapai 23,6 juta dolar AS, sedangkan Februari hanya 1,9 juta dolar AS. Tembakau dan rokok juga naik 665 persen menjadi 17,6 juta dolar AS pada Maret.

Hanya saja, Suhariyanto menyebutkan, kinerja impor dari China dibandingkan Maret 2019 mengalami kontraksi 7,24 persen pada bulan lalu. Tren ini menggambarkan, situasi manufaktur di Negeri Tirai Bambu tersebut memang belum benar-benar pulih seperti sebelum Covid-19.

Komoditas impor dari China yang mengalami penurunan paling dalam adalah mesin dan peralatan mekanis. Nilainya turun 21,76 persen dari 818,3 juta dolar AS pada Maret 2019 menjadi 640,2 juta dolar AS.

Impor dari China didominasi bahan baku/ penolong. Nilainya mencapai 1,87 miliar dolar AS. Sedangkan, barang konsumsi dan barang modal masing-masing senilai 338,6 juta dolar AS dan 767,9 juta dolar AS.

Tidak hanya impor, aktivitas ekspor dari Indonesia ke China pun mulai menunjukkan peningkatan hingga 5,52 persen dibandingkan Februari 2020. Beberapa barang utama yang diekspor adalah lemak dan minyak hewan nabati serta besi dan baja. "Bahkan kalau dibandingkan Maret 2019, ekspor ke China juga meningkat 0,36 persen," tuturnya.

Secara umum, neraca dagang Indonesia masih mengalami defisit dengan China. Apabila diakumulasikan, sepanjang kuartal pertama ini, total defisitnya sudah menyentuh 2,9 miliar dolar AS. Tapi, apabila dibandingkan kuartal pertama tahun lalu yang mencatatkan defisit sampai 5,1 miliar dolar AS, kondisi tahun ini membaik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement