Selasa 14 Apr 2020 06:05 WIB

Banyak Nasabah Fintech Minta Relaksasi Kredit, Begini Kata OJK

Banyak Nasabah Fintech Minta Relaksasi Kredit, Begini Kata OJK

Rep: wartaekonomi.co.id/ Red: wartaekonomi.co.id
Banyak Nasabah Fintech Minta Relaksasi Kredit, Begini Kata OJK. (FOTO: Akbar Nugroho Gumay)
Banyak Nasabah Fintech Minta Relaksasi Kredit, Begini Kata OJK. (FOTO: Akbar Nugroho Gumay)

Warta Ekonomi.co.id, Jakarta

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan aturan restrukturisasi kredit kepada industri perbankan dan pembiayaan guna mengurangi dampak yang timbul dari penyebaran wabah Covid-19. Tidak hanya itu, regulator juga memberikan sejumlah relaksasi bagi industri asuransi dan dana pensiun.

Lalu, bagaimana dengan perusahaan fintech peer to peer (P2P) lending? Apakah bisa melakukan restrukturisasi kredit dan mendapatkan relaksasi? Sebagaimana diketahui, saat ini banyak nasabah fintech P2P lending yang mengeluhkan cicilan tetap ditagih di saat pandemi corona. Kondisi pandemi ini membuat ekonomi mereka turut terdampak sehingga sulit memenuhi kewajibannya kepada perusahaan fintech P2P lending.

Baca Juga: Fintech Diminta Kasih Keringanan Pinjaman Online, Asosiasi Buka Suara

Juru Bicara OJK, Sekar Putih Djarot, mengatakan bahwa perusahaan fintech P2P lending merupakan platform yang mempertemukan antara pemberi pinjaman dan penerima pinjaman. "Perusahaan fintech P2P lending sebagai lembaga jasa keuangan tidak bertindak sebagai pemberi pinjaman sebagaimana di industri perbankan atau pembiayaan," ujar Sekar kepada Warta Ekonomi di Jakarta, Senin (13/4/2020).

Lebih jauh, kata Sekar, karena fungsinya sebagai platform alias bukan sebagai pemberi pinjaman, perusahaan fintech P2P lending tidak memiliki kewenangan untuk melakukan restrukturisasi pinjaman. "Pihak yang memiliki kewenangan melakukan restrukturisasi adalah pemberi pinjaman (bukan platformnya, karena ini peer to peer)," jelas Sekar.

Asal tahu saja, dalam POJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, OJK sendiri hanya mengatur terkait platform fintech P2P lending saja. Kalaupun ada seperti pada Pasal 16 POJK tersebut, regulator hanya mengatur bahwa pemberi pinjaman dapat berasal dari dalam dan/atau luar negeri.

Kemudian Pemberi Pinjaman sebagaimana dimaksud di atas terdiri dari: orang perseorangan warga negara Indonesia; orang perseorangan warga negara asing; badan hukum Indonesia/asing; badan usaha Indonesia/asing; dan/atau lembaga internasional.

Meski demikian, Sekar menegaskan, OJK meminta Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) untuk mendorong anggotanya, yakni perusahaan fintech P2PL, agar memberikan perhatian yang serius dalam rangka meringankan beban penerima pinjaman yang menghadapi masalah keuangan akibat wabah Covid-19.

Dengan demikian dapat disimpulkan, OJK hanya sebatas mengatur kegiatan penyelenggara atau platform fintech P2P lending. Sekar mengungkapkan akan melakukan update lebih jauh apabila ada perubahan kebijakan.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan Warta Ekonomi. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab Warta Ekonomi.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement