Senin 13 Apr 2020 07:11 WIB

Benarkah Tan Malaka Tokoh PKI dan Anti-Islam?

Orang yang menuduh Tan Malaka tokoh PKI dan anti-Islam kurang membaca sejarah

Rep: M Subarkah/ Red: Hasanul Rizqa
Tan Malaka
Foto: wikipedia
Tan Malaka

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bagi orang awam di Indonesia, sosok Tan Malaka memang misterius. Lebih celaka lagi, tanpa merasa perlu membaca sejarah dengan saksama, orang awam akan dengan gampang mengasosiasikan lelaki bernama lengkap Ibrahim gelar Datuk Sutan Malaka itu dengan sebutan peyoratif. Misalnya, dia digolongkan sebagai seorang tokoh Partai Komunis Indonesia (PKI).

Pandangan ini dibantah bahkan termasuk oleh figur-figur publik yang dikenal luas menentang PKI. Ambil contoh, budayawan Taufiq Ismail. Penulis buku Katastrofi Mendunia: Marxisma Leninisma Stalinisma Maoisma Narkoba (2004) itu memang dikenal gigih melawan penyebaran paham komunisme.

Baca Juga

Yang jelas, ia dengan tegas membantah bahwa Tan Malaka itu orangnya PKI. Menurut Taufiq, dulu sebelum pemberontakan PKI 1926, pria kelahiran Nagari Pandam Gadang, Gunuang Omeh, Lima Puluh Kota, Sumatra Barat (2 Juni 1897) itu memang tokoh PKI.

Namun, Tan Malaka kemudian keluar dari partai itu karena menentang pemberontakan tersebut. Ia kemudian mendirikan Partai Murba. Pada 1948, Tan Malaka juga menentang pemberontakan PKI yang saat itu dipimpin Muso--yang baru pulang dari Uni Soviet. Taufiq meneruskan, justru PKI memusuhi Tan Malaka karena sikapnya yang kritis.

Maka, klaim bahwa Tan Malaka "ateis" sekaligus "anti-Islam" itu tak dapat dipertanggungjawabkan, ahistoris, serta merupakan tudingan belaka.

Dalam artikelnya bertajuk "Islam Dalam Tinjauan Madilog” (Madilog--Materialisme, Dialektika, Logika--salah satu karya terpenting Tan Malaka), Tan Malaka mengakui Islam sebagai ajaran yang paling rasional, revolusioner, dan tegak dalam menegaskan persamaan atas hak manusia.

Menurut Tan Malaka, salah satu pokok utama dalam Islam adalah soal keesaan Tuhan. Menurutnya, Nabi Muhammad mengakui kitab suci Yahudi dan Kristen. Nabi Muhammad juga mengakui Tuhan Nabi Ibrahim dan Musa. Namun, Tuhannya Nabi Ibrahim dan Musa harus dibersihkan dari pemalsuan yang dilakukan bangsa Yahudi dan Kristen di belakang hari.

Tan juga menilai, Nabi Muhammad SAW adalah bagaikan intan yang ada di tengah-tengah lumpur. Sebab, ketika Muhammad SAW lahir, masyarakat Arab sedang berada pada masa jahiliyah.

Saat itu, perang saudara antarsuku tak henti-hentinya terjadi. Di tengah kondisi alam yang panas dan kesulitan ekonomi, perampokan dan pembunuhan adalah pekerjaan yang lazim terjadi saat itu.

Menurut Tan Malaka, Tuhan bagi Nabi Muhammad berada di mana-mana dan dalam rohani, bukan berbentuk benda seperti berhala. Karenanya, dalam Islam Allah tidak diwujudkan dalam suatu benda apa pun.

"Pengaruh Islam dan Nabi Muhammad tersebut ternyata kemudian menjalar ke agama Kristen. Hal ini dapat dilihat pada aliran Protestan yang memandang Tuhan sebagai rohani tak lagi harus dengan simbol patung Yesus Kristus," tulis Tan dalam artikel itu.

Peneliti senior asal Belanda, Harry A Poeze, telah meneliti riwayat hidup Tan Malaka. Hasil risetnya telah tertuang dalam enam jilid serial buku Tan Malaka, Gerakan Kiri, dan Revolusi Indonesia.

Adapun terkait pandangan Tan Malaka mengenai ajaran Islam, Harry A Poeze menyatakan, Tan Malaka tetap mengaku sebagai orang Islam meski dia punya pandangan Marxis.

Sikap ini pernah Tan Malaka tegaskan dalam rapat terbuka di sebuah wilayah di Jawa Timur. Di situ Tan Malaka menyatakan kalau di depan Tuhan, dia akan mengaku sebagai orang Islam. Namun, ketika ditanya di hadapan massa, dia menyatakan sebagai orang yang berpandangan Marxis.

''Saya kira Tan Malaka bukan seorang ateis. Namun, saya kira juga bisa dianggap sebagai orang ‘Islam abangan’ yang tidak bershalat lima kali sehari. Tapi dalam pikirannya, dia masih menganggap dirinya seorang Islam. Bahkan, Tan Malaka pernah bilang begini: Kalau di depan Tuhan saya mengaku orang Islam, kalau di depan rakyat saya adalah orang Marxis,'' kata Harry (Republika, 14 Feb 2014).

Menurut Harry, Tan Malaka menganggap Islam sebagai ajaran yang punya kodrat revolusioner. Menurut dia, kekuatan revolusioner Islam harus digunakan untuk mendirikan negara Republik Indonesia sosialis. ''Maka, dalam hemat Tan Malaka: bantuan dan dukungan orang Islam harus ada dalam pembentukan negara Republik Indonesia.''

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement