Jumat 10 Apr 2020 17:20 WIB

Per Jumat, Sudah 1,5 Juta Pekerja Dirumahkan dan Kena PHK

Untuk menekan PHK, pemerintah perlu memberikan keringanan pembayaran hak pekerja.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolandha
Pekerja membuat kostum Alat Pelindung Diri (APD) di Bandulan, Malang, Jawa Timur, Senin (6/4). Kementerian Ketenagakerjaan mencatat, sebanyak 1,5 juta orang pekerja telah dirumahkan dan mendapat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) per Jumat (10/4). Sebanyak 1,2 juta di antaranya merupakan tenaga kerja di sektor formal, sedangkan 265 ribu lainnya adalah pekerja dari sektor informal.
Foto: Antara/Ari Bowo Sucipto
Pekerja membuat kostum Alat Pelindung Diri (APD) di Bandulan, Malang, Jawa Timur, Senin (6/4). Kementerian Ketenagakerjaan mencatat, sebanyak 1,5 juta orang pekerja telah dirumahkan dan mendapat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) per Jumat (10/4). Sebanyak 1,2 juta di antaranya merupakan tenaga kerja di sektor formal, sedangkan 265 ribu lainnya adalah pekerja dari sektor informal.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Ketenagakerjaan mencatat, sebanyak 1,5 juta orang pekerja telah dirumahkan dan mendapat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) per Jumat (10/4). Sebanyak 1,2 juta di antaranya merupakan tenaga kerja di sektor formal, sedangkan 265 ribu lainnya adalah pekerja dari sektor informal.

Apabila dirinci dari pekerja formal, jumlah mereka yang dirumahkan jauh lebih banyak dibandingkan PHK. Jumlah karyawan yang terkena PHK 160 ribu pekerja, sedangkan yang dirumahkan mencapai 1,08 juta atau enam kali lipat lebih banyak.

Baca Juga

Ekonom Institute for Development of Ecoomic and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho menyebutkan data tersebut sebagai kondisi yang paling ditakutkan. Sebab, korban PHK masih memiliki kesempatan untuk mendapat pesangon.

Sedangkan, mereka yang dirumahkan sudah tentu tidak mendapatkan fasilitas tersebut. "Mereka terpaksa dirumahkan karena kegiatan produksi di sektor terdampak terus menurun," ujar Andry ketika dihubungi Republika.co.id, Jumat.

Untuk menekan tingkat PHK dan kebijakan dirumahkan dari sektor terdampak, Andry menganjurkan pemerintah memberikan keringanan terkait pembayaran hak dari pekerja. Misal, relaksasi berupa penangguhan biaya BPJS Kesehatan.

Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah meminta seluruh perusahaan menjadikan kebijakan PHK sebagai langkah terakhir setelah  melakukan segala upaya dalam mengatasi dampak Covid-19 saat ini.

"Situasi dan kondisinya memang berat. Tapi inilah saatnya pemerintah, pengusaha dan pekerja bekerja sama mencari solusi untuk mengatasi dampak Covid-19," kata Ida dalam rilis yang diterima, Rabu.

Ida meminta perusahaan melakukan berbagai langkah alternatif untuk menghindari PHK. Misal, mengurangi upah dan fasilitas pekerja tingkat atas seperti tingkat manajer dan direktur, atau mengurangi shift kerja.

Opsi lain yang disebutkan Ida adalah membatasi atau menghapuskan  kerja lembur, mengurangi jam kerja atau hari kerja dan meliburkan atau merumahkan  pekerja/buruh secara bergilir untuk sementara waktu.

Tapi, Ida menekankan, langkah-langkah tersebut tidak boleh dilakukan secara sepihak. "Langkah-langkah alternatif tersebut harus dibahas dahulu dengan SP/SB atau wakil pekerja/buruh  yang bersangkutan," ujarnya.

Ida menjelaskan, pemerintah sendiri sudah melakukan melakukan kordinasi dengan Dinas Ketenagakerjaan di provinsi seluruh Indonesia guna mengantisipasi dan mengatasi permasalahan di daerah. Di antaranya, memberikan arahan dan pedoman baik secara lisan melalui dialog jarak jauh maupun lewat surat edaran. Selain itu, Kemnaker berkordinasi terkait pendataan dan pemantauan perusahaan yang  merumahkan pekerja/buruh atau melakukan PHK.

 

TOTAL PEKERJA TERDAMPAK COVID-19: 1.506.713 PEKERJA

SEKTOR FORMAL: 51.565 perusahaan (1,24 juta pekerja)

*PHK --> 24.225 perusahaan (160.067 pekerja)

*Dirumahkan --> 27.340 perusahaan (1.080.765 pekerja)

SEKTOR INFORMAL: 30.466 perusahaan (265.881 pekerja)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement