Jumat 10 Apr 2020 16:26 WIB

'Komunikasi Publik Pemerintah Alami Defisit Kredibilitas'

Pemerintah diimbau untuk merebut kembali kendali arus informasi.

Rep: my31/ Red: Fernan Rahadi
Kuskridho Ambardi
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Kuskridho Ambardi

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pada Ahad (5/4) lalu pemerintah melalui Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Agus Wibowo Soetarno mengatakan belum bisa menghasilkan data yang lengkap dan terbuka tentang Covid-19. Hal ini menjadi indikator terakhir buruknya komunikasi publik pemerintah di tengah pandemi global saat ini.

"Dilihat dari komunikasi publik, yang terjadi saat ini adalah defisit kredibilitas," kata pengamat komunikasi UGM, Kuskridho Ambardi, dalam Serial Diskusi Penanganan Krisis Covid-19 bertema 'Komunikasi Publik Masa Krisis Covid-19' yang digelar Fisipol UGM, Selasa (7/4) lalu.

Menurut pria yang akrab disapa Dodi tersebut, keberadaan data yang lengkap dan terbuka tentang angka Covid-19 di Indonesia sangat penting. Hal itu disebabkan data memiliki fungsi strategis yaitu memberikan informasi dan melakukan persuasi terhadap publik. Selain itu, data juga memiliki fungsi simbolik yakni membangun kepercayaan dan memberikan rasa aman.

"Selama ini keempat fungsi ini hilang dan lepas dari kontrol pemerintah," ujar Dodi. 

Dodi mengimbau pemerintah untuk merebut kembali kendali arus informasi komunikasi publik tersebut. Caranya adalah dengan mengatasi problem data di antaranya kualitas data yang memiliki presisi lemah, serta memperbaiki keterbukaan dan rincian data yang harus bisa diakses oleh publik, seperti data daya tampung rumah sakit, catatan berpergian seseorang, mode penularan, link keluarga, dan klaster.

“Saya merekomendasikan kepada pemerintah untuk melakukan pengelolaan dan penataan ulang pusat informasi dan data Covid-19 oleh agensi pemerintah, dalam hal ini bisa dipusatkan kepada salah satu antara Kementerian Kesehatan atau BNBP,” tutur Dodi yang juga menjabat Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) tersebut.

Perbaikan data, kata Dodi, selain memiliki fungsi praktis dan strategis, juga memiliki fungsi simbolik. "Data yang berkualitas dan lengkap akan memberikan aura kredibilitas pemerintah di mata publik dan memberikan jaminan rasa aman kepada publik," ujar Dodi.

Dalam menghadapi wabah Covid-19 ini, Dodi juga mengimbau masyarakat untuk dapat mengontrol diri dalam mengakses berita serta informasi untuk meminimalisir kecemasan diri sendiri. "Karena kecemasan yang berlebihan justru dapat berdampak pada turunnya kekebalan tubuh," ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement