Kamis 09 Apr 2020 18:38 WIB

7.955 Pekerja di Kabupaten Semarang di-PHK dan Dirumahkan

Merumahkan dan PHK para karyawan ini dilakukan melalui mekanisme kesepakatan bipartit

Rep: S Bowo Pribadi / Red: Agus Yulianto
Kemnaker berdayakan para pekerja yang di PHK dalam program padat karya. (Ilustrasi)
Foto: Kemnaker
Kemnaker berdayakan para pekerja yang di PHK dalam program padat karya. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN - - Sedikitnya 7.955 pekerja di wilayah Kabupaten Semarang, Jawa Tengah harus menelan ‘pil pahit’ akibat dampak pandemi Covid-19. Selain harus menerima kenyataan di PHK, mereka terpaksa juga harus dirumahkan.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Semarang, Jarot Supriyoto mengungkapkan, dari jumlah 7.955 pekerja yang terdampak tersebut, sebanyak 342 pekerja harus kehilangan matapencahariannya setelah perusahaan memilih opsi PHK.

“Sementara sebanyak 7.613 pekerja lainnya terpaksa harus dirumahkan akibat kondisi perusahaan mereka tidak bisa berproduksi secara optimal, akibat imbah pandemic Covid-19,” ungkapnya, di Ungaran, Kabupaten Semarang, Kamis (9/4)

Terkait dengan pandemi Covid-19 yang masih meluas, jelas Jarot, Disnakertrans Kabupaten Semarang baru- baru ini telah mengonfirmasi semua perusahaan yang berada di daerahnya, terkait dengan dampak pandemi Covid-19 terhadap dunia usaha.

Dari semua perusahaan yang ada di Kabupaten Semarang hampir semuanya memang telah merasakan dampak dampak langsung maupun dampak tidak langsung dari wabah virus Covid-19 tersebut

Kendati begitu, sampai dengan hari ini, sudah ada 33 perusahaan yang sudah melaporkan kepada Disnakertrans Kabupaten Semarang. “Untuk perusahaan yang lain, Disnakertrans masih menunggu laporan datanya,” kata Jarot.

Dari 33 yang telah melapor tersebut, tegasnya, sebanyak 10 perusahaan di antaranya telah merumahkan dan melakukan PHK terhadap para pekerjanya. Ke -10 perusahaan yang dimaksud terdiri atas perusahaan garmen, perhotelan serta usaha pariwisata.

“Tentunya, proses untuk merumahkan dan PHK para karyawan ini dilakukan melalui mekanisme kesepakatan bipartite, antara pengusaha yang bersangkutan bersama dengan serikat pekerja yang ada di perusahaan tersebut,” tambahnya .

Dari 10 perusahaan yang ada, tegas Jarot, yang telah merumahkan pekerjanya ada delapan perusahaan dan yang memilih opsi PHK karyawannya ada empat perusahaan. Dari empat perusahaan yang memilih opsi PHK juga ada dua perusahaan yang merumahkan karyawannya.

Secara akumulasi, jumlah pekerja yang dirumahkan sebanyak 7.613 orang pekerja dan yang terkena PHK sebanyak 342 pekerja. “Sehingga, total pekerja yang terdampak ada 7.955 orang pekerja,” tandasnya.

Jadi, masih lanjut Jarot secara klasifikasi ada perusahaan yang merumahkan, ada yang mem PHK, ada perusahaan yang merumahkan saja dan ada yang perusahaan yang hanya melakukan PHK saja.

Dia mencontohkan, salah satu perusahaan yang memilih opsi PHK dan merumahkan para karyawannya adalah PT Samyung Jaya Garmen. Rinciannya, perusahaan ini telah merumahkan sebanyak 4.888 pekerja dan melakukan PHK terhadap 67 orang pekerjanya,” kata Gatot.

Dia juga menyampaikan, berdasarkan penelusuran Disnakertrans Kabupaten Semarang, opsi PHK dipilih karena merupakan keputusan pembahasan bipartite, di mana kebijakan yang akan diambil perusahaan telah ditawarkan kepada pekerja.

Apakah mau dengan sistem on- off (giliran) atau PHK. “Tetapi ternyata dari pekerja memilih untuk di-PHK saja. Namun satu hal yang tidak boleh diabaikan oleh perusahaan dalam mengambil kebijakan ini adalah pesangon.

Pekerja harus mendapatkan hak- haknya, sesuai dengan Undang Undang Ketenagakerjaan. “Alhamdulillah, ke-342 pekerja yang terkena PHK ini semua sudah terpenuhi hak- haknya,” tandasnya.

Sedangkan opsi merumahkan para pekerja juga ada berbagai macam alasan. Antar lain, selama wabah Covid-19, perusahaan mengalami kesulitan untuk mendapatkan bahan baku (impor) untuk berproduksi.

Selain itu, ada juga perusahaan yang hanya menggarap sisa bahan baku yang ada, sehingga produksinya tidak bisa maksimal dan sebagian pekerja ada yang dirumahkan dengan pertimbangan gaji yang disesuikan dengan jam kerja mereka.

Termasuk, ada juga perusahaan yang kesulitan untuk mengirim barang produksi yang sudah jadi. “Jadi sudah berproduksi dan barangnya sudah jadi, tetapi mereka juga mengalami kendala pengiriman barang,” tambahnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement