Rabu 08 Apr 2020 19:23 WIB

Risiko Kematian Pasien Corona di Polusi Buruk Lebih Tinggi

Negara yang memiliki banyak polusi udara akan mengalami risiko kematian tinggi.

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Qommarria Rostanti
Plusi udara (ilustrasi).
Foto: Republika.co.id
Plusi udara (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, CAMBRIDGE -- Pasien positif corona yang tinggal di daerah dengan polusi udara buruk memiliki risiko kematian lebih tinggi dibandingkan yang tinggal di wilayah udara bersih. Hal ini diungkapkan oleh studi baru oleh Harvard TH Chan School of Public Health.

Berdasarkan analisis terhadap 3.080 wilayah di Amerika Serikat, para peneliti Harvard TH Chan School of Public Health menemukan tingkat partikel kecil yang berbahaya dan lebih tinggi di udara yang dikenal sebagai PM 2.5 yang berkaitan dengan tingkat kematian lebih tinggi.

Selama beberapa pekan, pejabat kesehatan masyarakat menduga adanya hubungan antara udara kotor dan kematian atau penyakit serius dari Covid-19. Analisis Harvard adalah studi nasional pertama yang menunjukkan hubungan statistik antara kematian Covid-19 atau penyakit lain dengan paparan polusi udara jangka panjang.

"Hasil dari makalah ini menunjukkan, paparan jangka panjang terhadap polusi udara meningkatkan kerentanan untuk menderita hasil Covid-19 yang paling parah," catat para penulis.

Makalah ini telah diserahkan untuk ditinjau dan dipublikasi di New England Journal of Medicine. Mereka menemukan, hanya ada sedikit peningkatan akibat paparan polusi jangka panjang yang memiliki konsekuensi serius terkait virus corona. Bahkan, ada perhitungan faktor-faktor lain yang dapat memperparah kondisi seseorang seperti tingkat merokok dan kepadatan penduduk.

Sebagai contoh, dalam sebuah negara dengan tingkat partikel halus tinggi, sekitar 15 persen memiliki kemungkinan meninggal akibat virus corona. "Studi ini memberikan bukti, negara-negara yang memiliki lebih banyak polusi udara akan mengalami risiko kematian yang lebih tinggi untuk Covid-19," kata seorang profesor biostatistik di Harvard yang memimpin penelitian tersebut, Francesca Dominici.

Penelitian ini adalah bagian dari badan penelitian yang kecil namun terus berkembang. Namun, analisis ini tidak melihat data pasien secara individu dan tidak menjawab mengapa beberapa negara bagian terdampak lebih keras dibandingkan yang lain. Masih belum jelas apakah polusi partikulat berperan dalam penyebaran virus corona atau apakah paparan jangka panjang secara langsung mengarah pada risiko lebih mudah sakit.

Juru bicara American Lung Association dan seorang profesor kedokteran di University of California, San Francisco, dr John R Balmes mengatakan temuan itu penting bagi rumah sakit di lingkungan miskin dan daerah yang terpapar polusi tinggi. "Kita perlu memastikan rumah sakit merawat orang-orang yang lebih rentan, serta orang-orang dengan paparan polusi udara yang besar. Mereka memerlukan bantuan lebih," kata dr Balmes.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement