Rabu 08 Apr 2020 02:36 WIB

Jumlah Infeksi Virus Corona di Belanda Hampir 20 Ribu

Sudah 2.101 pasien di Belanda yang meninggal dunia karena virus corona

Rep: Lintar Satria/ Red: Andi Nur Aminah
Kantor pusat Nike Eropa di Hilversum, Belanda ditutup akibat wabah pandemi covid-19.
Foto: Robin van Lonkhuijsen/EPA
Kantor pusat Nike Eropa di Hilversum, Belanda ditutup akibat wabah pandemi covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, AMSTERDAM -- Belanda melaporkan kasus infeksi virus corona di Negeri Kincir Angin bertambah 777. Selasa (7/4) pihak berwenang Belanda mengatakan maka jumlah kasus infeksi virus yang dikenal Covid-19 ini menjadi 19.580.

Institut Kesehatan Belanda melaporkan jumlah kematian Covid-19 bertambah 234. Sehingga kini sudah 2.101 pasien di Belanda yang meninggal dunia karena virus corona.

Baca Juga

Namun mereka menegaskan angka tersebut termasuk dari data yang diambil akhir pekan tapi baru dilaporkan sekarang. Dalam pengumuman Selasa ini Belanda belum mengumumkan jumlah pasien yang sembuh.

Namun berdasarkan data Center for Systems Science and Engineering (CSSE) dari Johns Hopkins University sebanyak 258 pasien Covid-19 di Belanda sudah dinyatakan sembuh. Hingga kini Negeri Kincir Angin itu masih menerapkan apa yang mereka sebut sebagai 'karantina wilayah cerdas'.

Belanda adalah satu dari segelintir negara yang merangkul gagasan kekebalan kelompok atau herd immunity. Tidak seperti negara-negara lain di seluruh dunia yang mulai memberlakukan karatina wilayah.

Dilansir dari BBC, pemerintah Belanda menerapkan 'karatina wilayah cerdas' atau 'karantina yang ditargetkan'. Mereka ingin melindungi aspek sosial, ekonomi, dan psikologi dari dampak karantina wilayah.

Sehingga upaya ke kondisi normal akan lebih mudah. BBC melaporkan toko-toko seperti toko bunga, material, roti bahkan mainan masih dibuka. Tapi sekolah, tempat penitipan anak, dan universitas ditutup setidaknya sampai 28 April mendatang.

Bar, restoran dan toko ganja ditutup. Sementara para pelanggan menggunakan layanan pesan antar. Belanda mengaku kebijakan yang mereka terapkan cukup berhasil.

"Kami tidak ingin bereaksi berlebihan, mengunci semua orang di rumah mereka. Dan lebih mudah untuk menjaga jarak antargenerasi di sini karena nenek dan kakek tidak tinggal di rumah yang sama dengan anak-anak mereka," kata Dr Louise van Schaik dari Institut Hubungan Internasional Clingendael Ahad (5/4) lalu.

Belanda memang menghimbau warganya untuk menjaga jarak dan tetap tinggal di rumah kecuali untuk keperluan yang mendesak. Tapi mereka masih diizinkan keluar bila tidak bisa bekerja di rumah atau untuk berbelanja.

Warga Belanda juga masih diperbolehkan keluar rumah untuk menghirup udara segar. Dengan syarat mereka tetap menjaga jarak satu sama lain sejauh 1,5 meter. Imbauan itu tampaknya cukup dipatuhi masyarakat Belanda.

BBC melaporkan sebuah jajak pendapat menunjukkan 99 persen masyarakat tetap menjaga jarak. Sementara 93 persen warga tetap berusaha untuk tinggal di rumah sebisa mungkin.

Sebelumnya Inggris juga mengusulkan untuk menerapkan kebijakan kekebalan kelompok. Tapi segera ditentang karena dinilai terlalu tidak berperikemanusiaan.

Sebab membiarkan virus mematikan menyebar di masyarakat untuk menciptakan kekebalan kelompok artinya membiarkan sekelompok orang risiko tinggi atau rentan meninggal dunia. Sejumlah peneliti Inggris mengungkapkan kekebalan kelompok dapat menewaskan 250 ribu jiwa.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement