Selasa 07 Apr 2020 18:07 WIB

WHO Imbau Lockdown tak Dicabut Terlalu Dini

Pencabutan lockdown terlalu dini dikhawatirkan bisa tingkatkan penyebaran Covid-19

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Christiyaningsih
Polisi mengawal konvoi truk pembawa rumah sakit modular untuk orang-orang yang terkena virus Corona saat tiba di Ospedale del Mare, Naples, Italia, Senin (6/4). Pemerintah Italia menerapkan lockdown nasional untuk mengurangi penyebaran virus Corona. Pencabutan lockdown terlalu dini dikhawatirkan bisa tingkatkan penyebaran Covid-19.
Foto: EPA-EFE/CIRO FUSCO
Polisi mengawal konvoi truk pembawa rumah sakit modular untuk orang-orang yang terkena virus Corona saat tiba di Ospedale del Mare, Naples, Italia, Senin (6/4). Pemerintah Italia menerapkan lockdown nasional untuk mengurangi penyebaran virus Corona. Pencabutan lockdown terlalu dini dikhawatirkan bisa tingkatkan penyebaran Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA — Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengimbau negara-negara tak mencabut atau melonggarkan karantina wilayah (lockdown) terlalu dini. Hal itu dikhawatirkan dapat menyebabkan penyebaran Covid-19 meningkat kembali.

“Salah satu bagian terpenting adalah tidak melepaskan tindakan-tindakan terlalu dini agar tidak jatuh lagi,” kata juru bicara WHO Christian Lindmeier pada Selasa (7/4).

Baca Juga

Dia mengumpamakan kondisi saat ini seperti seseorang yang sedang sakit. “Jika Anda bangun terlalu pagi dan berlari terlalu cepat, Anda berisiko jatuh kembali dan mengalami komplikasi,” ujarnya.

Hingga berita ini ditulis, masih terdapat lebih dari 1,3 juta kasus Covid-19 di seluruh dunia. Korban meninggal akibat virus di tingkat global telah mencapai 75.945 jiwa. Amerika Serikat (AS) menjadi negara yang saat ini paling banyak menangani kasus Covid-19 yakni berjumlah 368.449 pasien.

Di Prancis, Menteri Kesehatan Prancis Olivier Veran mengatakan negaranya belum melewati fase puncak pandemi Covid-19. Oleh sebab itu karantina wilayah atau lockdown akan berlangsung selama dinilai masih diperlukan.

“Kami masih dalam fase epidemi yang memburuk,” kata Veran saat diwawancara stasiun televisi BFM pada Selasa (7/4).

Hingga berita ini ditulis, Prancis memiliki setidaknya 98.984 kasus Covid-19. Sementara korban meninggal akibat virus mencapai 8.911 jiwa.

Berdasarkan data yang dihimpun John Hopkins University and Medicine, Prancis menempati posisi ketiga dalam hal korban meninggal terbanyak akibat Covid-19. Posisi pertama ditempati Italia dengan 16.523 jiwa. Spanyol berada di urutan kedua dengan 13.341 jiwa.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement